samedi 25 octobre 2014

Katakan Sesuatu, Aku Menyerah Terhadapmu

Bahkan, aku tidak ingin menyeka sebulir air yang perlahan turun selagi memeluk udara rapat di sekitarnya.
Biar saja turun.
Biar.
Biar ia mengadu pada semesta.

Tidak akan kuseka. Untuk apa?
Biar ia menjadi apapun yang akan berkabar jika ia hadir akibat seorang lelaki yang membuat pemiliknya bersedih.

Begini.

Kau itu membutuhkan dekapan, seorang perempuan yang hatinya jauh lebih murah daripada aku. Kau juga membutuhkan kelembutan, sedang aku adalah perempuan yang tadinya membutuhkan pahlawan tapi kini malah aku yang menjadi pahlawan untuk diriku sendiri. Kau butuh perempuan yang mudah, sedang aku mungkin tak dapat kau pahami dengan sekali pikir.

Gelenyar takut saat kau tertarik mendekat. Takut jika aku salah lagi dalam mempersilakan seseorang untuk singgah. Takut jika nantinya aku harus menangis malam-malam lagi ditemani sunyi. Takut jika nantinya aku sendiri harus memberi dekapan pada hatiku yang sendu, sendu sekali.
Sedihnya, takutku datang sambil menggandeng jemari harapan. Kupikir, mungkin saja aku bisa mempercayakan perasaan pada genggamanmu atau mungkin saja kau akan menjadi seseorang yang singgah tak hanya sejenak.

Selama ini, aku hanya duduk sambil mengamatimu, sebab aku ingin tahu apakah kau memang bersungguh-sungguh mengajakku tinggal di hatimu. Aku memperhatikanmu - dan kau tak tahu hal itu. Dan, kau telah menyerah padahal aku sudah hampir membukakan pintu.

Sekarang, katakan sesuatu.
Apa nama rasa itu yang kau punya dan kini telah tiada?
Tapi, terimakasih untuk pernah datang.