vendredi 20 décembre 2013

Percakapan Dalam Senja Berhujan

Pada suatu senja berhujan, bangkitlah pujangga-pujangga dalam diri tiap-tiap manusia. Dari sana, lahirlah untaian bait-bait sendu yang menuturkan satu perkara yang agaknya pun sama yaitu, cinta.

Dan aku diam selagi mengamati langit yang terlalu kelabu meski hujan telah mereda. Aku tidak berharap dapat melihat pelangi mengintip di balik lekuk-lekuk gendut awan kelabu. Yang kulihat hanyalah burung yang tak kuketahui namanya terbang dengan gelisah antara antena-antena yang tegak menjulur dari rumah ke rumah. Tapi, sesungguhnya aku berpikir, bagaimana bisa suasana sekelabu ini mendatangkan rindu? Bahkan, jika rindu itu telah dibiarkan terpendam begitu dalam. Meski begitu, rindu itu seyogyanya tak pernah benar-benar dilupakan. Hanya waktu yang dapat menggerus sosok rindu sampai seutuhnya lenyap.

Juga, alangkah manisnya apabila dalam suatu senja berhujan ketika rindu menyergapmu dalam ketidaksiapanmu menghadapinya, kamu mendapatkan satu kesempatan untuk memulai suatu percakapan lisan dengan satu sosok manusia yang kau rindukan. Barangkali hanya sesederhana menanyakan kabar, basa basi yang paling basi, karena rata-rata orang bukankah memang selalu berkata mereka baik-baik saja walau dalam keadaan tidak baik? Tetapi, dalam perihal mengucapkan basa-basi, kurasa sebagian besar orang tak pernah menyelipkan sebaris kalimat "Dan aku harap kamu baik-baik saja" pada percakapan semacam itu padahal sesungguhnya bukankah memang itu yang mereka harapkan? Menyampaikan perasaan dalam tutur kata lisan memang tidak semudah kau merangkai kata pada layar benda yang berdering nyaring.

Dan, manis, jika dalam percakapan itu, salah seorangnya bertanya, "sedang apa kau disana?" dan akan menjadi lebih manis lagi jika keduanya memang sedang saling terpikirkan satu sama lain dalam senja berhujan seperti itu. Seolah hujan menjadi penyambung lidah atas rindu-rindu yang terlalu malu untuk diutarakan. Seolah hujan membangkitkan keberanian mereka untuk memulai suatu percakapan yang memuaskan rindu.

Tapi, apa kau mau tahu bagian termanis dari percakapan dalam senja berhujan?
Itu adalah saat ketika keduanya menghangatkan satu sama lain dengan tutur kata masing-masing dalam hujan yang menghembus angin dingin karena jarak memustahilkan pertemuan.
Tidakkah itu hal yang manis?
Berbagi rindu kala hujan sedang turun dengan seseorang di ujung sana.

mercredi 11 décembre 2013

barisan pencakar langit

aku akan melangkah dalam bayang-bayang pencakar langit, takut untuk bertemu matahari. aku akan menenggelamkan kesedihan dalam keramaian, juga takut untuk menghadapinya dalam sunyi. aku akan menggambar garis yang membentuk atap-atap pencakar langit, terus sampai menuju antah berantah dimana kau berada. tapi, aku tidak akan tahu kenapa aku melakukan itu.

apa yang kau lakukan disana?
mungkin berdiam atau tengah girang atas kemenangan tim sepakbola favoritmu atau larut dalam samudra rutinitas yang pasang surut.

kadangkala mungkin aku akan bertanya tentangmu pada bulan yang menggelayut ditemani selir-selirnya, para bintang genit yang berkelip manja.
kadangkala aku akan meminta semesta membahasakan rindu padamu.
kadang aku akan menuturkan doa untuk memberimu peluk hangat jika kau menggigil disana.
kadang aku akan meminta Tuhan menyampaikan salamku padamu. Karena Tuhan adalah ujung teratas dari segitiga ini sementara aku dan kamu pada sudut-sudut lain dan garis yang menghubungkanku padamu adalah jarak beratus kilometer.
 
lalu, suatu saat, aku akan bertanya padamu di bawah bayang pencakar langit, "gadis mana yang rela menunggumu selama sembilan bulan?"