mardi 6 janvier 2015

Barisan Sajak

Pada satu malam, kau baru saja pulang kerja beberapa jam lalu dan kini tengah berlelah. Wajahmu terlihat berpenat setelah tenggelam dalam derasnya rutinitas. Kau tak banyak bicara ketika letih bermanja-manja di punggungmu, maka kubiarkan saja kau rebah.
Aku mendekat perlahan,
"Ada yang ingin kutunjukkan," ucapku.
Kau membuka mata yang tadinya memejam rapat.
"Apa?"
Ku tunjukkan padamu sajak-sajak milikku yang berbaris rapi dan sebentar saja, kau telah larut pada apa yang kau baca. Sesekali, dahimu mengernyit, seolah ada sesuatu yang ganjil. Setelah berapa waktu, kau beralih padaku dengan tatapan curiga dan bertanya kepada siapakah semua sajak-sajak itu ditujukan.
Ada hening sejenak sebelum akhirnya kukatakan,
"Bagaimana perasaanmu jika kau tahu kalau semua sajak itu sebenarnya tentangmu?"

vendredi 2 janvier 2015

Senja Berhujan

Suatu senja berhujan
ada ingatan yang dilawan oleh lupa,
dan aku yang bersembunyi di balik punggungmu
dari kehujanan.
Suatu senja berhujan,
mungkin kau pun akan ingat
pada percakapan di sepanjang perjalanan
dan di sela-sela dialog para pemeran.
Dan jaket hitam milikmu yang kau berikan
kepada seorang perempuan
sebab kau tahu ia kedinginan.
Suatu senja berhujan
dan pertanyaannya adalah siapa yang paling cepat melupakan

Seperti Awan, Ia Pergi Begitu Saja

Sebaris nama dan cerita di penghujung tahun. Di dalamnya ada hari-hari dimana harapan diberikan cuma-cuma tanpa perlu diminta. Percakapan-percakapan rahasia tentang apa saja. Karcis-karcis bioskop yang kini hanya tergeletak di atas meja. Ingatan yang berusaha dilawan oleh lupa. Juga, getar-getar rasa yang kemudian lenyap tanpa sisa. Aku bertanya, kemanakah perginya? 

Isyarat-isyarat halusnya yang sanggup berbahasa dan kode-kode Morse darinya yang membawa makna. Sepasang mata sayu dengan bulu mata lentik milik seseorang yang tidak kusangka datangnya dan tidak kusadari perginya. Seperti awan, ia pergi begitu saja dan tahu-tahu rasa miliknya itu sudah tak ada.

Barangkali karena ia dan aku begitu berbeda. Dan ia merasa perbedaannya denganku itu sedalam lagi securam jurang-jurang yang mesti ia lewati untuk menuju rumahnya. Jika ia selalu baik-baik saja dalam melewati jurang-jurang itu, kali ini ia tidak akan selamat apalagi baik-baik saja dalam usahanya melewati jurang perbedaannya denganku.

Tidak ada sebab yang membuatku paham kenapa ia pergi dengan meninggalkan harapan bersamaku. Tidak ada ucapan perpisahan atau bahkan sebuah perseteruan, sebab tiba-tiba ia pergi begitu saja. Bahkan, tidak kulihat punggungnya menjauh, sebab aku terbangun suatu pagi dan tahu-tahu ia sudah mengambil kembali hatinya yang dulu ia genggamkan padaku.