jeudi 23 août 2018

Sebuah Keikhlasan

Jadi, kemarin aku nggak diterima untuk lanjut program diploma tahun ini. I felt like I was deeply heartbroken. Sedih banget karena aku sangat ingin sekolah lagi, kuliah lagi. Antara kecewa, marah, sedih nyampur jadi satu. Dan emosi negatif ini berimbas pada orang orang terdekat.

Pada saat yang bersamaan, aku juga lagi sakit cacar air dan bakal operasi pengangkatan kelenjar payudara. Bayangkan betapa hancurnya perasaan aku. Sejenak aku memang merasa aku pengen simpati, aku pengen dimengerti. Aku ngerasa kayak anak kecil yang pengen berlindung dari realita realita tak sejalan dengan keinginan.

Karena aku masih sakit, aku pun cuti dan dirumah sendirian. Aku bangun dengan perasaan yang bukan cuma hampa, tapi juga nggak berbentuk. Seharian aku cuma di kamar dan main hape bener bener nggak ngapa ngapain selain makan sama minum obat. Sumpah kaya pesakitan banget gitu.

Sampe kemudian aku ngobrol dengan beberapa orang via Whatsapp. Aku kemudian jadi tersadar. Dua bulan lagi aku bakal menikah. Bayangkan kalo di saat yang bersamaan, aku juga bakal mulai kuliah. Mungkin aku dan pasangan belum cukup siap untuk itu tahun ini karena pindah dan sewa tempat tinggal tentunya butuh biaya banyak. Mungkin Allah pengen aku menata rumah tangga dulu tahun ini sampe kami berdua bener bener siap.

Kuncinya cuma satu, mengikhlaskan. Kita harus bersabar dan percaya kalo ada rencana rencana terbaik setelah ini. Mungkin kalo tahun depan aku bakal lebih siap untuk kuliah, tentunya setelah meluruskan niat dan mempersiapkan beberapa hal kayak finansial dan mental. Buat yang bisa diterima tahun ini, walaupun aku sempet iri tapi aku akhirnya berusaha menerima kenyataan. Tentunya, mereka tidak seberuntung aku yang bakal mendahului mereka menikah tahun ini.

Lets just see whats ahead :)

Aucun commentaire:

Enregistrer un commentaire