lundi 8 juillet 2013

sepahit sunyi dalam pertemuan yang manis

"Apa yang kamu inginkan?" tanyanya.
Tumben. Aku sedikit heran dia bertanya seperti itu karena dia tidak pernah sekalipun menanyakan opiniku bahkan untuk hal kecil macam pesanan seperti ini sebelumnya. Tidak pernah sama sekali. Aku merasa agak aneh karena dia biasa memesankanku pesanan yang tidak terlalu kusukai dan dia pikir aku menyukainya. Aneh ketika tiba-tiba dia menghargai eksistensiku. Ku anggap perlakuan barunya itu adalah sebagai bentuk kesopanan yang dia coba tunjukkan. Tapi, aku senang dia memperlakukanku sedikit lebih beradab dan menganggapku lebih dari sekedar latar.
"Chocolate truffle saja. Aku tidak haus," jawabku.
Dia menatapku sekilas kemudian berpaling pada pelayan yang sangat sopan dan menunggu dengan sabar di samping meja.

Setelah pelayan itu berlalu, hanya ada keheningan di meja ini. Aku sibuk menatap lalu lalang di balik jendela ini sementara dia sibuk dengan smartphone-nya. Sesekali sambil menunggu pesanan, ku lirik dirinya, jemarinya pada layar smartphone, dan raut wajahnya yang terlalu datar untuk dapat diartikan.
Diam di antara aku dan dia ini seperti mengukuhkan eksistensi jarak di antara kami. Aku tidak ingat sejak kapan kami berjarak satu sama lain. Aku juga tidak tahu seberapa jauh jarak itu membentang. Rasanya seperti ada ruang kosong di depanku. Aku ingin mengucapkan sesuatu, entah itu sekedar 'hmmm' atau keluhan atas pesanan yang tak kunjung datang untuk memecah sunyi ini. Apapun asal suaraku menggema dalam rongga di antara kedua telinganya. Aku ingin memecah sunyi dan membinasakan eksistensinya karena mungkin saja dengan hilangnya sunyi, ruang kosong itu juga akan lenyap.
Akhirnya aku berdebat dengan diriku. Aku menemukan kenyamanan dalam sunyi bersamanya lebih dari hingar bingar bersama siapapun. Tapi, aku pun iri melihat mereka yang bercakap dengan riang sementara mungkin satu-satunya komunikasi bermakna yang ku lakukan bersamanya hanya telepati. Komunikasi kami yang nyata hanya sampai sejauh mana perasaan manusia dapat mengindra perasaan manusia lain. Karena aku ingin berbicara lagi padanya entah itu topik yang menggelikan atau topik yang dalam sampai membuatnya hanyut dalam letupan-letupan opini yang membuncah. Perdebatan yang cukup sengit. 

Aku mendengar helaan napasnya. Aku menoleh padanya, ternyata dia ikut menatap lalu lalang di balik jendela. Melihatnya, aku tersenyum tipis. Tidak apa, setidaknya kami memandang arah yang sama.
Lalu lalang manusia ini tidak membosankan tapi tidak juga menarik, tapi aku tahu sebenarnya pikirannya tidak kesitu. Aku tahu pasti bahwa pikirannya ada di tempat lain entah di ruang bernama apa dan ada siapa disana. Aku juga tidak bisa memastikan apakah dia sedang memaksa proyeksiku dalam otaknya untuk ikut hadir dalam ruang pikirannya saat ini. Aku tidak yakin jika dia juga berusaha menyamankan diri dalam sunyi yang sudah sedemikian nyata. Aku tidak yakin dia juga ingin membinasakan sunyi senyap ini sama sepertiku.

Sunyi ini memang demikian menyiksa. Meskipun aku tidak terlalu nyaman dengan sunyi dalam ruang kosong ini, aku heran kenapa aku masih juga tidak bisa memaksa diriku membuka sebuah suara bahkan dalam nada rendah. Aku ingin dia mengucapkan sesuatu bahkan kalimat bermakna ganda sekalipun untuk ku tangapi. Kurasa alasan diamku selama ini karena aku selalu menunggunya yang membuka suara dulu, memberiku sebuah alasan untuk berbicara padanya.

Pikiranku teralih pada chocolate truffle pesananku. Chocolate truffle yang full of chocolate. Ku bayangkan rasanya pasti sedikit pahit. Kadang, terlalu banyak coklat bisa menimbulkan rasa pahit. Bahkan, dalam kemanisan seperti itu aku masih bisa menemukan kepahitan. Aku tidak membayangkan coklat yang akan hinggap di sela-sela gigiku nanti. Yang ku bayangkan adalah ketika memakan chocolate truffle itu, aku juga sedang memakan situasi saat ini detik ini. Pahit dalam manis. Seperti sunyi dalam pertemuan antara aku dan dia.

"Kenapa pesanannya lama ya?" tanyanya yang lebih terdengar seperti keluhan.
Aku tersenyum tipis dan menyiapkan sepenggal kalimat.

2 commentaires:

  1. I love the 'Aku menemukan kenyamanan dalam sunyi bersamanya lebih dari hingar bingar bersama siapapun.'. It's so me, and it's so you. Nice! :-D

    RépondreSupprimer
  2. Ayu: thank you :D I really appreciate your nice comment :')
    Hehe yes, that phrase really suits both of us :3

    RépondreSupprimer