Pada suatu petang di kota perantauan.
Malam-malam kita pergi berduaan tanpa menentukan tujuan atau suatu rencana di kepala. Kita hanya mengikuti alur jalan raya yang membentang. Padahal tak satupun dari kita tahu kemana jalanan itu berujung nantinya. Lalu lalang kendaraan berpapasan dan kita yang larut dalam percakapan yang sama-sama tak bertujuan. Asal saja aku memberi usul arah seolah bagiku tanah ini bukanlah antah berantah. Ditambah lagi hawa dingin dan angin semilir, meskipun dalam dada ada perasaan berdesir. Entah bagaimana aku senang menghabiskan waktu denganmu, sekalipun dengan cara paling tidak biasa seperti pergi malam-malam berkeliling perkotaan tanpa tujuan. Lucunya kau dan aku bisa terlibat percakapan-percakapan mengenai apapun sekalipun kita sesungguhnya resah tidak kunjung menemukan kedai untuk duduk berduaan.
Selama beberapa puluh menit berkeliling, terbawa arus jalanan, dan tersasar ke tempat yang asing, kita putuskan berhenti di kedai yang menjajakan roti lapis. Duduk berdua kita di kursi-kursi bar tinggi menghadap lalu lalang jalan raya, sembari mengomentari ini itu isi majalah atau tabloid. Terkadang kita bicara soal hal-hal mengenai masa depan atau tentang rahasia-rahasia berdua. Aku larut dalam suasana, tidak memedulikan dunia sekitaran, apalagi malam yang sudah di ambang larutnya. Kau tahu, seandainya seisi dunia tidak akan nyinyir padaku, kita akan tetap duduk disitu sampai benar-benar jenuh. Bagiku, kencan tidak mesti harus dengan prosedur yang distandarisasi sedemikian rupa atau di tempat-tempat yang paling diminati di kota. Kita bisa pergi kemana saja, bahkan sesederhana ngopi di kedai pinggir jalanan raya. Semuanya tetap asyik, karena bukan tempat yang kunikmati, tetapi waktu yang ku habiskan denganmu.
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire