1) Aku selalu suka tawamu,
dan bahagia bersenda gurau denganmu
Mungkin kita terlalu asyik jatuh cinta
sampai tidak tahu caranya lupa
2) Aku melihat waktu di jam tanganmu
Sebelum beranjak dari tempat dudukku
kemudian sayup ku dengar dalam sunyi
"semoga ada waktu", demikian katamu
3) Iri tersirat di raut wajah semesta
karena kau dan aku duduk berdua di bangku taman,
sedih melihat sepasang lain bergandeng tangan
sementara kau dan aku hanya keheningan
4) Suatu sore berangin di taman bermain,
kita berjalan bersama
dan aku membawa gula kapas merah jambu
kau mengajakku mencoba satu permainan
yang ku sambut dengan penolakan,
kau mengajakku bercanda,
tapi tidak melukis tawa
5) Sebaris angka berderet milikku tersimpan di ponselmu
belakangan membuatmu ingin mengirim suatu tanda tanya
bertahun-tahun menunggumu membuka percakapan,
akhirnya aku lelah dalam penantian
6) Buku catatan merah jambu menjadi pengingatku
bersama dengan tinta hitammu yang menghiasi halaman awalnya
sejak itu aku tidak pernah bisa lupa,
tentang awal dari jatuh cinta
7) Dari pinggir kota yang tak pernah tidur,
kau menggambar sendu pada halaman buku,
wujud dari gengsi yang mengalahkan rindu
mercredi 29 janvier 2014
dimanche 19 janvier 2014
Anomali
Kau mengingatkanku pada secangkir kopi pada pagi di hari Minggu,
diminum pukul delapan lewat tanpa sisa-sisa rasa hangat
tapi menjadi buncah-buncah energi yang meletup semangat
Kau membuatku ingat pada gula kapas merah jambu,
tidak peduli pada batuk yang membuntutiku,
manis dari tipis yang menjadi awal dari candu
Kau seperti perbincangan absurd di malam Sabtu,
segala absurditas yang justru dengan mudah dipahami
dan menimbulkan euforia untuk terus menanggapi
dibanding kenyataan tentang rindu yang kian menjadi
Kau seperti lagu bahagia dari pengeras suara di bandara,
padahal salam perpisahan terdengar dimana-mana
Kau mengingatkanku pada senja yang jingga,
penat yang meniadakan hasrat bersepeda
namun angin setia mendesaukan sebaris nama
lengkap dengan sebait lagu jatuh cinta
Kau bagiku seperti subuh saban hari,
terlalu biru untuk rasa yang lugu,
terlalu dingin untuk bangun dari kasur,
tapi nyaman untuk ku tinggali
diminum pukul delapan lewat tanpa sisa-sisa rasa hangat
tapi menjadi buncah-buncah energi yang meletup semangat
Kau membuatku ingat pada gula kapas merah jambu,
tidak peduli pada batuk yang membuntutiku,
manis dari tipis yang menjadi awal dari candu
Kau seperti perbincangan absurd di malam Sabtu,
segala absurditas yang justru dengan mudah dipahami
dan menimbulkan euforia untuk terus menanggapi
dibanding kenyataan tentang rindu yang kian menjadi
Kau seperti lagu bahagia dari pengeras suara di bandara,
padahal salam perpisahan terdengar dimana-mana
Kau mengingatkanku pada senja yang jingga,
penat yang meniadakan hasrat bersepeda
namun angin setia mendesaukan sebaris nama
lengkap dengan sebait lagu jatuh cinta
Kau bagiku seperti subuh saban hari,
terlalu biru untuk rasa yang lugu,
terlalu dingin untuk bangun dari kasur,
tapi nyaman untuk ku tinggali
mercredi 8 janvier 2014
dari pagi teruntuk senja
aku lebih mencinta pagi ketimbang senja hari
barangkali karena senja tak ubahnya bahu untuk seseorang yang berpenat,
padanya melekat lelah, jenuh, bahkan rindu
meski langit senja yang jingga menumbuhkan rasa
tapi pagi menjanjikanku cita-cita, lalu menumbuhkan asa
pun awal untuk jejak-jejak langkahku meraih mimpi,
yang seringkali justru menghabisi rasa
mengapa aku tak kunjung ada dalam senjamu,
barangkali karena aku melekat pada pagimu
ada bersamamu dalam seribu langkah yang kita tempuh,
seiring satu salam yang dilayangkan dari ruang tunggu,
dan bila kita telah menempuh langkah seribu,
pada langkah keseribu satu, ucapkanlah lagi satu mimpi
untuk mengajak hadirku pada senjamu
barangkali karena senja tak ubahnya bahu untuk seseorang yang berpenat,
padanya melekat lelah, jenuh, bahkan rindu
meski langit senja yang jingga menumbuhkan rasa
tapi pagi menjanjikanku cita-cita, lalu menumbuhkan asa
pun awal untuk jejak-jejak langkahku meraih mimpi,
yang seringkali justru menghabisi rasa
mengapa aku tak kunjung ada dalam senjamu,
barangkali karena aku melekat pada pagimu
ada bersamamu dalam seribu langkah yang kita tempuh,
seiring satu salam yang dilayangkan dari ruang tunggu,
dan bila kita telah menempuh langkah seribu,
pada langkah keseribu satu, ucapkanlah lagi satu mimpi
untuk mengajak hadirku pada senjamu
mercredi 1 janvier 2014
Jarak Dalam Ruang Hampa
1) Duduklah dalam sofa menghadap jendela,
menerawang pada kedatangan sang senja
suatu berita disampaikannya
tentang salamku dari ujung sini
2) Pagimu ribut berpacu dengan jarum menuju pukul enam,
Tak boleh terlambat, racaumu dalam gesa
tapi kau berhenti dan menatapku dengan bahagia
dua cangkir ku seduh, cokelat yang ku hirup dan kopi untukmu
seiring senyum getirku, jemarimu menggapai kopimu yang semu
kau bilang terimakasih dari seberang layar persegiku
3) Pagi metropolis akrab dengan kantukmu,
riuh rendah klakson roda-roda empat bersatu padu
dan jenuh oleh hingar bingar yang tak menyenangkanmu
seiring rasa berlanjut doa dari kejauhanku
adakah disana kau pun duduk terbisu oleh keinginan bicara
oleh jauh yang memupuk sejuta harap untuk sang temu
menerawang pada kedatangan sang senja
suatu berita disampaikannya
tentang salamku dari ujung sini
2) Pagimu ribut berpacu dengan jarum menuju pukul enam,
Tak boleh terlambat, racaumu dalam gesa
tapi kau berhenti dan menatapku dengan bahagia
dua cangkir ku seduh, cokelat yang ku hirup dan kopi untukmu
seiring senyum getirku, jemarimu menggapai kopimu yang semu
kau bilang terimakasih dari seberang layar persegiku
3) Pagi metropolis akrab dengan kantukmu,
riuh rendah klakson roda-roda empat bersatu padu
dan jenuh oleh hingar bingar yang tak menyenangkanmu
seiring rasa berlanjut doa dari kejauhanku
adakah disana kau pun duduk terbisu oleh keinginan bicara
oleh jauh yang memupuk sejuta harap untuk sang temu
Ruang Tunggu
1) ku bilang, kita jauh hanya sepanjang ribuan jengkal jarak ini saja.
"benarkah?"
lalu bergaung pada semesta, ditanyakan lagi kepadaku.
aku hanya mengangguk sampai aku memirsa kita hanya berdiam
pada satu malam panjang tak lelap tanpa cakap terucap.
2) Yang kau tahu jarak hanya bernama mil, sampai kau bertemu denganku
kita lewati malam dengan diam padahal bisa bercengkerama,
kau bertanya tentangku pada kawanmu, padahal ada aku disitu
tapi kau bahasakan rasamu dalam satu dua kali lirik
ku bahasakan pula ketidakpahamanku atasmu dengan acuh
lalu kau datang dan bilang semoga jumpa lagi denganku
3) Mari memahami gelagatku yang sembunyi dalam santun
izinkan aku mengetuk dingin padamu biar aku pun tahu
kau hanyalah pemuda sunyi yang berhati separuh
4) Sendiri kau bersampan dalam samudra rutinitas,
sebelum kau lantas tenggelam bersama lelah
ku katakan kau membutuhkan rumah
dahimu mengernyit sebelum akhirnya kau kata,
kau telah menemukan rumahmu di seberang samudra
sambil melabuhkan sampan pada pancang dermaga
5) Kacamata persegimu berembun oleh peluh,
berlelah lelah dalam siangmu untuk kenyangnya ambisi
tapi pada malam di metropolis yang gemerlap namun sunyi,
kau labuhkan lelahmu pada rindu
namun enggan menelponku yang mulai lelah menunggu
"benarkah?"
lalu bergaung pada semesta, ditanyakan lagi kepadaku.
aku hanya mengangguk sampai aku memirsa kita hanya berdiam
pada satu malam panjang tak lelap tanpa cakap terucap.
2) Yang kau tahu jarak hanya bernama mil, sampai kau bertemu denganku
kita lewati malam dengan diam padahal bisa bercengkerama,
kau bertanya tentangku pada kawanmu, padahal ada aku disitu
tapi kau bahasakan rasamu dalam satu dua kali lirik
ku bahasakan pula ketidakpahamanku atasmu dengan acuh
lalu kau datang dan bilang semoga jumpa lagi denganku
3) Mari memahami gelagatku yang sembunyi dalam santun
izinkan aku mengetuk dingin padamu biar aku pun tahu
kau hanyalah pemuda sunyi yang berhati separuh
4) Sendiri kau bersampan dalam samudra rutinitas,
sebelum kau lantas tenggelam bersama lelah
ku katakan kau membutuhkan rumah
dahimu mengernyit sebelum akhirnya kau kata,
kau telah menemukan rumahmu di seberang samudra
sambil melabuhkan sampan pada pancang dermaga
5) Kacamata persegimu berembun oleh peluh,
berlelah lelah dalam siangmu untuk kenyangnya ambisi
tapi pada malam di metropolis yang gemerlap namun sunyi,
kau labuhkan lelahmu pada rindu
namun enggan menelponku yang mulai lelah menunggu
Inscription à :
Articles (Atom)