Cerita Ampas Kopi
Saya lagi memandangi ampas kopi di dalem mug putih bulat di samping laptop. Ampasnya bener-bener hitam sampai-sampai dasar mug saya warnanya jadi agak ternoda gara-gara ampas kopi. Tapi, ampas kopi itu wangi meskipun menodai mug putih bulatku.
Lihat-lihat ampas kopi ini, saya jadi ingat kamu. Kopi yang saya minum hari ini berlisensi dari Starbucks. Harga yang sebanding dengan rasa dan aroma. Aroma kopi ini wangi dan rumahan banget. Dan ampasnya. Meskipun sudah jadi ampas, ampasnya pun masih punya aroma yang sedap. Tercium ketika aku mendekatkan mug putih bulatku untuk kuminum isinya tapi ternyata sudah habis dan hanya ada ampas itu. Berbeda dari kopi lain, ampasnya bahkan masih menyisakan wangi yang bisa memberi kesenangan kecil.
Kamu seperti ampas kopiku malam ini. Kata temanku dan memang harus ku akui, kamu punya gen yang bagus. Sebuah gen super yang jarang ku temui dengan pongahnya mengalir dalam dirimu. Kamu tidak semenggairahkan dan semenyenangkan kopi hangatku malam ini, minimal, sebagai ampas kopi yang telah kuminum habis, kamu ampas kopi yang branded. Biar kamu tidak indah-indah betul, masih ada sesuatu yang bisa dibanggakan dalam dirimu. Brand.
Brand, sebuah titel yang bisa membuat dua hal yang sama menjadi berbeda. Dalam hal ini, kopi dan manusia.
Ketika Mereka Jatuh Cinta
Manusia memang menyebalkan. Egonya tidak pernah puas. Bahkan, kalau manusia peminum air laut, dia tidak akan puas meminum air dari semua samudra di bumi. Bosan dengan air, mungkin dia akan mencoba meminum lelehan es di kutub untuk memuaskan dahaganya.
Bukankah kita sama?
Saya si egois yang tidak mau tahu dan kamu si egois yang menjaga benar harga dirimu. Ketika mereka yang egois saling jatuh cinta, mereka enggan mendekat namun minta ampun ingin dekat. Salah satu tidak mau harga dirinya runtuh dengan pendekatan yang paling tidak romantis, yang satu tidak ingin yang lain tahu apa yang dirasakannya karena tak mau harga dirinya juga runtuh. Saling menutupi, saling menjaga jarak, padahal ingin dekat. Lalu, apa yang tercipta dari reaksi dua makhluk ego yang malu-malu itu? Hanya mencuri-curi tatapan, kemudian pura-pura acuh. Hanya berdiam, padahal ingin bicara panjang. Jadi seperti itulah mereka dan kisahnya jika salah satu tidak belajar bagaimana caranya sedikit melemahkan kebuasan ego. Dingin tapi konyol, karena ego mereka saling berikatan seperti tali, memperpanjang jarak satu sama lain.
Egoisme bukanlah sebuah hal yang luar biasa.
Setiap orang mempunyai ego. Secara alami, manusia tercipta untuk menuruti ego masing-masing tapi, hanya sebagian yang tercipta untuk mengendalikannya, dan hanya beberapa yang berhasil memenangkan pertikaian melawan ego.
Dia Tidak Bisa Tidur
Aku menggeliat di bawah selimutku yang hangat. Samar, kudengar nyanyian hujan di luar. Wangi hujan yang saling memeluk dengan udara menari di hidungku. Aku terjaga.
Sudah pagi ternyata. Tapi, langit masih gelap padahal dulu ia benderang dengan cercah-cercah matahari yang rewel tidak ingin dibangunkan sepagi ini. Rupanya, matahari benar-benar rewel tak ingin bangun sampai ia tidur lagi dan sinarnya redup pagi ini. Awan abu-abu menyelimutinya yang tidur lagi, membuat sinarnya terhalang dan mendung langit pagiku.
Aku berusaha mengingat mimpiku semalam sementara matahari tak bangun-bangun dari tidurnya. Wangi hujan berbisik dekat hidungku, mengingatkanku apa yang ada dalam mimpiku semalam. Ternyata kamu. Ada apa datang ke mimpiku semalam? Apa kamu bosan tidak bicara denganku jadi kamu memutuskan datang ke mimpiku?
Tapi, aku ragu kamu benar-benar ingin bicara denganku, sekedar membahas hujan di bulan Juni misalnya. Barangkali saja, sesuatu memaksa jiwamu datang ke mimpiku padahal ragamu terbaring di ranjangmu sendiri, tak bisa tidur. Sementara ragamu gelisah tak bisa tidur, jiwamu malah memainkan sebuah drama dalam mimpiku dan mengusik ketenangannya dengan drama malam harimu.
Mereka bilang, jika seseorang bemimpi tentang seseorang yang lain itu berarti orang lain itu sedang merindukannya. Jiwaku menertawakan kata-kata mereka. Mana mungkin? Bukannya selama ini aku yang rindu bicara panjang lebar dan mendengar suara menyebalkanmu?
Aku bergegas bangun. Drama malam harimu membuatku ingin menyapamu pagi ini.
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire