That's what I am feeling right now.
Well...
Setelah selesai UKK, I feel (as usual) under pressure and stressed and tired. Typical syndrome pasca UKK. You know, I had to do task, remedial test, and another thing... So, there is no logical reason to leave school after the UKK before you clarify that you have no remedial which is impossible *laughs*
Okay, stop with complaining thingy, jadi malam ini ada yang berubah.
Dari kecil, kita pasti selalu punya mimpi. Apa itu mimpi? Simpelnya, sesuatu yang kamu inginkan. Tapi, toh, sesuatu yang kita inginkan itu belum tentu bener-bener cocok untuk kita. Bermimpi itu boleh, harus banget malah, cuma kadang kita juga harus memahami situasi. Seperti yang aku alami.
I wanted to be a doctor, obstetrician actually. Sebuah profesi yang benar-benar sangat mulia. Sudah dokter, dokter kandungan pula. Kan jarang ada perempuan yang menekuni spesialis kandungan.
Tapi, kemudian lama-lama aku mikir.
Pendidikan dokter itu lama, sekitar 5-6 tahun. Ditambah spesialis 2-3 tahun. Mungkin 8 atau 9 tahun lagi baru bisa kerja. Dengan pendidikan selama itu, pasti biaya yang dikeluarin juga nggak sedikit. Meskipun aku datang dari keluarga yang cukup berada tapi aku juga nggak mau nyusahin orangtua. Terus, setelah pendidikan selama itu, belum ada jaminan kamu akan sukses kecuali kalo kerjanya di tempat yang emang enak. Memang sih sukses nggak bisa dengan shortcut, you must work hard for it but there is no guarantee if you will be succeed dengan banyaknya dokter di Indonesia sekarang.
Ini agak kontra dengan apa yang aku inginkan sebenernya. Aku pengen kuliah cepet selesai, cepet kerja, terus cepet nyenengin orangtua dengan hasil kerjaku.
Kemudian, aku ingat-ingat diriku pas pelajaran biologi. Ini adalah refleksi paling gampang karena kedokteran itu didominasi oleh hal-hal semacam anatomi.
Aku bisa cuman aku nggak yakin apa aku bisa baca buku-buku kedokteran yang tebel-tebel itu. Bukan bisa nggaknya sih tapi apa rajin atau enggaknya. Aku orangnya cepet bosen, kalo udah bosen, agak susah balikin interestnya kayak awal. Apalagi kedokteran itu jam kuliahnya panjang.
Aku mutusin nurutin tawaran papaku untuk give up at the first dream. Dad is right, Tuhan baru saja menunjukkan jalanNya padaku bahwa mimpiku bukan yang terbaik buat aku. Melalui papa, Tuhan menunjukkan semua itu. Subhanallah.
It isn't that hard kok untuk move on dari mimpi ini mungkin karena aku sudah lebih dulu bisa memahami situasiku sendiri.
But, Dad also offered me another options yang menurutku nggak kalah prestisius. Setiap papa kasih penawaran, I always ask, "gajinya gimana, Pa?" "aku nggak suka yang kerjanya bosenin" "kerjanya pulang malem terus nggak?" gitu-gitu deh. Hahaha. Nggak munafik deh, bukannya aku materialistis, but we need honey money to live, meskipun itu bukan the main factor of our happiness. Jelas bukan. Tapi, uang itu bisa dipake untuk melakukan hal-hal baik, misalnya, umrah bareng keluarga, ngajak jalan keluarga. Nggaknya seneng kalo bisa nyenengin orang-orang yang membesarkan kamu dengan hasil kerja dan peras keringatmu sendiri? Seneng bangetlah.
Aku sudah buat keputusan dan papa dan mama nyuruh aku banyak browsing soal apa yang mereka bilang tadi pas dinner dan mulai sekarang, harus mulai siap-siap.
Don't worry.
You have to know your self and your situation because not all of your dreams are the best for you. Don't force your dream if it doesn't suit your situation.
You know, when a dream ends, another better one just begins. Find it.
Cheers,
Tachu
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire