Pada suatu senja berhujan, bangkitlah pujangga-pujangga dalam diri tiap-tiap manusia. Dari sana, lahirlah untaian bait-bait sendu yang menuturkan satu perkara yang agaknya pun sama yaitu, cinta.
Dan aku diam selagi mengamati langit yang terlalu kelabu meski hujan telah mereda. Aku tidak berharap dapat melihat pelangi mengintip di balik lekuk-lekuk gendut awan kelabu. Yang kulihat hanyalah burung yang tak kuketahui namanya terbang dengan gelisah antara antena-antena yang tegak menjulur dari rumah ke rumah. Tapi, sesungguhnya aku berpikir, bagaimana bisa suasana sekelabu ini mendatangkan rindu? Bahkan, jika rindu itu telah dibiarkan terpendam begitu dalam. Meski begitu, rindu itu seyogyanya tak pernah benar-benar dilupakan. Hanya waktu yang dapat menggerus sosok rindu sampai seutuhnya lenyap.
Juga, alangkah manisnya apabila dalam suatu senja berhujan ketika rindu menyergapmu dalam ketidaksiapanmu menghadapinya, kamu mendapatkan satu kesempatan untuk memulai suatu percakapan lisan dengan satu sosok manusia yang kau rindukan. Barangkali hanya sesederhana menanyakan kabar, basa basi yang paling basi, karena rata-rata orang bukankah memang selalu berkata mereka baik-baik saja walau dalam keadaan tidak baik? Tetapi, dalam perihal mengucapkan basa-basi, kurasa sebagian besar orang tak pernah menyelipkan sebaris kalimat "Dan aku harap kamu baik-baik saja" pada percakapan semacam itu padahal sesungguhnya bukankah memang itu yang mereka harapkan? Menyampaikan perasaan dalam tutur kata lisan memang tidak semudah kau merangkai kata pada layar benda yang berdering nyaring.
Dan, manis, jika dalam percakapan itu, salah seorangnya bertanya, "sedang apa kau disana?" dan akan menjadi lebih manis lagi jika keduanya memang sedang saling terpikirkan satu sama lain dalam senja berhujan seperti itu. Seolah hujan menjadi penyambung lidah atas rindu-rindu yang terlalu malu untuk diutarakan. Seolah hujan membangkitkan keberanian mereka untuk memulai suatu percakapan yang memuaskan rindu.
Tapi, apa kau mau tahu bagian termanis dari percakapan dalam senja berhujan?
Itu adalah saat ketika keduanya menghangatkan satu sama lain dengan tutur kata masing-masing dalam hujan yang menghembus angin dingin karena jarak memustahilkan pertemuan.
Tidakkah itu hal yang manis?
Berbagi rindu kala hujan sedang turun dengan seseorang di ujung sana.
vendredi 20 décembre 2013
mercredi 11 décembre 2013
barisan pencakar langit
aku akan melangkah dalam bayang-bayang pencakar langit, takut untuk bertemu matahari. aku akan menenggelamkan kesedihan dalam keramaian, juga takut untuk menghadapinya dalam sunyi. aku akan menggambar garis yang membentuk atap-atap pencakar langit, terus sampai menuju antah berantah dimana kau berada. tapi, aku tidak akan tahu kenapa aku melakukan itu.
apa yang kau lakukan disana?
mungkin berdiam atau tengah girang atas kemenangan tim sepakbola favoritmu atau larut dalam samudra rutinitas yang pasang surut.
kadangkala mungkin aku akan bertanya tentangmu pada bulan yang menggelayut ditemani selir-selirnya, para bintang genit yang berkelip manja.
kadangkala aku akan meminta semesta membahasakan rindu padamu.
kadang aku akan menuturkan doa untuk memberimu peluk hangat jika kau menggigil disana.
kadang aku akan meminta Tuhan menyampaikan salamku padamu. Karena Tuhan adalah ujung teratas dari segitiga ini sementara aku dan kamu pada sudut-sudut lain dan garis yang menghubungkanku padamu adalah jarak beratus kilometer.
lalu, suatu saat, aku akan bertanya padamu di bawah bayang pencakar langit, "gadis mana yang rela menunggumu selama sembilan bulan?"
samedi 30 novembre 2013
pada suatu hari bernama entah
Pada suatu hari bernama entah, kita akan lupa apa itu jatuh cinta.
Kau akan lupa namaku dan gaung namamu pun lenyap dari semesta pikiranku.
Kau dan aku, akan saling meniadakan. Berpura-pura tidak tahu karena kepura-puraan suatu hari akan menjadi ketidaktahuan yang sebenarnya.
Mungkin karena detik-detikmu adalah candu yang kau rasakan untuk satu yang lain, atau karena doa-doaku telah merengkuh tubuh lain.
Lalu, waktu akan mengantar kita pada suatu hari yang jauh, asing, dan benderang.
Jika pada hari itu kita berdiri pada satu garis lalu bertatapan, yang akan kita dapatkan adalah embrio-embrio rasa dalam berbagai ingatan terputar kembali pada mataku dan matamu.
Kau akan lupa namaku dan gaung namamu pun lenyap dari semesta pikiranku.
Kau dan aku, akan saling meniadakan. Berpura-pura tidak tahu karena kepura-puraan suatu hari akan menjadi ketidaktahuan yang sebenarnya.
Mungkin karena detik-detikmu adalah candu yang kau rasakan untuk satu yang lain, atau karena doa-doaku telah merengkuh tubuh lain.
Lalu, waktu akan mengantar kita pada suatu hari yang jauh, asing, dan benderang.
Jika pada hari itu kita berdiri pada satu garis lalu bertatapan, yang akan kita dapatkan adalah embrio-embrio rasa dalam berbagai ingatan terputar kembali pada mataku dan matamu.
lundi 4 novembre 2013
Tujuh Telepon
Mungkin aku adalah langit yang selalu jatuh cinta pada pagi atau kamu adalah kelabu langit yang samar, tak terjemahkan oleh indra pembacaku.
.
Samar kudengar benda hitam persegi dalam genggamanku berdering akibat pikiranku tajam menancap pada pengamatanku. Lalu, kemudian aku terkejut dalam beberapa detik yang ingin selalu ku ingat ketika mendapati sebaris nama muncul lengkap dengan tanda hijau yang serasa memukul-mukul layar.
Dan udara terlalu panas untuk sebuah mimpi.
Sehingga aku menerima telepon itu dengan kesegeraan yang berdebar.
"Halo, ada apa?" sapaku perlahan.
Beberapa detik yang sunyi sementara aku menunggu suaramu menyambutku dari seberang. Entah kabar apa yang kau bawa untukku.
"Halo, ini siapa?"
Lucu. Bukankah kamu yang meneleponku? Kenapa kamu yang bertanya siapa aku?
Tidak. Bukan itu. Aku terkesima pada suara di telepon itu. Tidak seperti suaramu yang selama ini mampir dalam telingaku dan menggema dalam celah-celah kepalaku. Jadi, begini ya suaramu di telepon, pikirku.
"Ini aku. Siapa lagi?" jawabku, tak habis pikir bagaimana kau bisa bertanya seperti itu.
"Kamu dimana?"
Aku ada pada udara yang kau hirup dan ada pada ruang-ruang kekinianmu. Tidak bisakah kau melihatku dalam ingatanmu tentang hari-hari yang melelahkan?
Tapi, kejutku meluap saat kudengar suaramu dari seberang menuturkan hal buruk yang baru saja kau lalui sehingga kau terlambat hari ini.
"Biar aku aja yang kesana. Kamu dimana?
Biar aku yang mencarimu hari ini karena aku tahu aku tidak selalu akan seperti ini, mencari dan menemukanmu. Aku yakin kaulah yang akan menemukanku nanti, substansi dari dimensi putih abu yang duduk manis dalam sudut otakmu.
Dan dimulailah perjuanganku menemukanmu di antara ramainya pasar.
Mataku sibuk mengindra keberadaanmu disana dan disini.
"Aku yang pake baju biru," katamu.
Kau adalah biru, warna yang akan selalu ku cari.
Aku adalah biru, warna yang melekat menghangatkan tubuhmu.
Aku berjalan tergesa, tidak ingin membuatmu menunggu, tidak pula peduli pada beberapa pasang mata mengarah padaku. Tapi, apakah kerumunan ini peduli pada gadis yang diam-diam jatuh cinta pada seseorang yang tersesat di antara mereka?
Atau, apakah aku harus mengingat pasar yang gaduh ini sebagai salah satu tempat yang mengingatkanku padamu?
Sesosok lelaki dalam jaket biru dan baju kelabu, kelabu sepertiku, sedang berdiri dengan cemas menatap teleponnya. Benda putih persegi.
Dan, panggilanku dalam setengah teriakan mengakhiri penantianmu dan pencarianku. Pada direksi ini, detik ini, dan dalam tatapan yang saling menemukan.
Tapi, pada detik itu juga, aku bertanya pada Tuhan.
"Kenapa pada hari ini kau buat aku yang mencari dan menemukannya, Tuhan? Apakah akan ada suatu hari yang dia bahkan tidak tahu dan aku pun tidak untuk aku dan dia?"
.
Samar kudengar benda hitam persegi dalam genggamanku berdering akibat pikiranku tajam menancap pada pengamatanku. Lalu, kemudian aku terkejut dalam beberapa detik yang ingin selalu ku ingat ketika mendapati sebaris nama muncul lengkap dengan tanda hijau yang serasa memukul-mukul layar.
Dan udara terlalu panas untuk sebuah mimpi.
Sehingga aku menerima telepon itu dengan kesegeraan yang berdebar.
"Halo, ada apa?" sapaku perlahan.
Beberapa detik yang sunyi sementara aku menunggu suaramu menyambutku dari seberang. Entah kabar apa yang kau bawa untukku.
"Halo, ini siapa?"
Lucu. Bukankah kamu yang meneleponku? Kenapa kamu yang bertanya siapa aku?
Tidak. Bukan itu. Aku terkesima pada suara di telepon itu. Tidak seperti suaramu yang selama ini mampir dalam telingaku dan menggema dalam celah-celah kepalaku. Jadi, begini ya suaramu di telepon, pikirku.
"Ini aku. Siapa lagi?" jawabku, tak habis pikir bagaimana kau bisa bertanya seperti itu.
"Kamu dimana?"
Aku ada pada udara yang kau hirup dan ada pada ruang-ruang kekinianmu. Tidak bisakah kau melihatku dalam ingatanmu tentang hari-hari yang melelahkan?
Tapi, kejutku meluap saat kudengar suaramu dari seberang menuturkan hal buruk yang baru saja kau lalui sehingga kau terlambat hari ini.
"Biar aku aja yang kesana. Kamu dimana?
Biar aku yang mencarimu hari ini karena aku tahu aku tidak selalu akan seperti ini, mencari dan menemukanmu. Aku yakin kaulah yang akan menemukanku nanti, substansi dari dimensi putih abu yang duduk manis dalam sudut otakmu.
Dan dimulailah perjuanganku menemukanmu di antara ramainya pasar.
Mataku sibuk mengindra keberadaanmu disana dan disini.
"Aku yang pake baju biru," katamu.
Kau adalah biru, warna yang akan selalu ku cari.
Aku adalah biru, warna yang melekat menghangatkan tubuhmu.
Aku berjalan tergesa, tidak ingin membuatmu menunggu, tidak pula peduli pada beberapa pasang mata mengarah padaku. Tapi, apakah kerumunan ini peduli pada gadis yang diam-diam jatuh cinta pada seseorang yang tersesat di antara mereka?
Atau, apakah aku harus mengingat pasar yang gaduh ini sebagai salah satu tempat yang mengingatkanku padamu?
Sesosok lelaki dalam jaket biru dan baju kelabu, kelabu sepertiku, sedang berdiri dengan cemas menatap teleponnya. Benda putih persegi.
Dan, panggilanku dalam setengah teriakan mengakhiri penantianmu dan pencarianku. Pada direksi ini, detik ini, dan dalam tatapan yang saling menemukan.
Tapi, pada detik itu juga, aku bertanya pada Tuhan.
"Kenapa pada hari ini kau buat aku yang mencari dan menemukannya, Tuhan? Apakah akan ada suatu hari yang dia bahkan tidak tahu dan aku pun tidak untuk aku dan dia?"
...Karena aku hanya harus percaya.
monday morning's syndrome
Anyway, I was in bad mood suddenly this morning.
Funny thing is even my bad mood annoyed my self -_- You must know how bad my mood was.
Being in a bad mood on the morning is such worse! Terrible!
No one would ever want to be stuck in that kind of psychological condition. Not even the very positive person on this earth.
I got annoyed easily, sometimes. What worse when I'm in bad mood is somehow I don't know how to lift up my grumpy flat cynical lips to form something as sweet as smile.
It's like I'm invisibly forcing people to cheer me up tho' I can't help my self from it.
After several long minutes of avoiding the whole world, I put my earphones down and... try to involve my self with interactions which was happening around me.
But, come on, you ain't got something with nothing. There must be something we can take from this day.
For those who love to be alone, luckily, you're living in the world where you have to interact with people for most of your lifetime. Or, let's say it bluntly, you need people. Always. Not every seconds of your lifetime, but if you still give me questions on why we should be nice, just go through a life when no other people exists. How was it?
I know that I will always need people.
Without my closest classmates, what would I be?
From now on, I wanna be a better person.
I know that I'm selfish and spoiled at the same time, but hey, I am a positive, nice, and cheerful person, too, wasn't I?
I know that changing is hard, but what's wrong with being better?
It might not turn my self to be completely nice, to be completely like what I want people to think of me when they hear my name but, at least, a small change in me, you, or even in some people, will lead us to a better days and better outcomes.
I've heard that a small act of kindness can make someone's day.
Did I forget the happiness when I helped my friend to give her crush a box of chocolate? I still remember how happy I was when I was peeking her.
Well, okay, then from now on my goal is to be better from day to day. The change might not be so significant as I want but it's worth it.
From one little change that done each days can lead to a big good change in my self.
Moreover, I believe that everyday is a priceless gift or a chance to make ourselves better, to live our life to the fullest. We've been given such days, why don't we use it carefully then?
Funny thing is even my bad mood annoyed my self -_- You must know how bad my mood was.
Being in a bad mood on the morning is such worse! Terrible!
No one would ever want to be stuck in that kind of psychological condition. Not even the very positive person on this earth.
I got annoyed easily, sometimes. What worse when I'm in bad mood is somehow I don't know how to lift up my grumpy flat cynical lips to form something as sweet as smile.
It's like I'm invisibly forcing people to cheer me up tho' I can't help my self from it.
After several long minutes of avoiding the whole world, I put my earphones down and... try to involve my self with interactions which was happening around me.
But, come on, you ain't got something with nothing. There must be something we can take from this day.
For those who love to be alone, luckily, you're living in the world where you have to interact with people for most of your lifetime. Or, let's say it bluntly, you need people. Always. Not every seconds of your lifetime, but if you still give me questions on why we should be nice, just go through a life when no other people exists. How was it?
I know that I will always need people.
Without my closest classmates, what would I be?
From now on, I wanna be a better person.
I know that I'm selfish and spoiled at the same time, but hey, I am a positive, nice, and cheerful person, too, wasn't I?
I know that changing is hard, but what's wrong with being better?
It might not turn my self to be completely nice, to be completely like what I want people to think of me when they hear my name but, at least, a small change in me, you, or even in some people, will lead us to a better days and better outcomes.
I've heard that a small act of kindness can make someone's day.
Did I forget the happiness when I helped my friend to give her crush a box of chocolate? I still remember how happy I was when I was peeking her.
Well, okay, then from now on my goal is to be better from day to day. The change might not be so significant as I want but it's worth it.
From one little change that done each days can lead to a big good change in my self.
Moreover, I believe that everyday is a priceless gift or a chance to make ourselves better, to live our life to the fullest. We've been given such days, why don't we use it carefully then?
lundi 7 octobre 2013
Dinamika Dalam Satu Bulatan Waktu
Aku adalah jarum detik.
Kamu adalah jarum menit.
Dan cinta adalah jarum jam yang datang terlambat.
Ada satu waktu dimana aku menghimpitmu
dan kamu bergerak mengejarku yang melesat
Tapi cinta selalu datang terlambat
Dan ada juga satu masa
saat aku sudah melesat begitu jauh di antariksa waktu
tapi kau disana melenggang dalam dimensimu,
dan jam yang lambat itu tersesat jauh di belantara
kita bertiga berpencar dalam dunia masing-masing
Tapi, bukankah ada saat-saat indah yang terjadi hanya enampuluh detik
ketika aku, kamu, dan cinta yang terlambat datang
membentuk satu harmoni yang cantik dengan berdiri pada satu titik?
Karena setelah terpencar begitu jauh, melesat begitu cepat
dan merindu sampai sendu
suatu saat, detik akan menemukan menitnya
dan jam akan melengkapi harmoni waktu yang indah
Kamu adalah jarum menit.
Dan cinta adalah jarum jam yang datang terlambat.
Ada satu waktu dimana aku menghimpitmu
dan kamu bergerak mengejarku yang melesat
Tapi cinta selalu datang terlambat
Dan ada juga satu masa
saat aku sudah melesat begitu jauh di antariksa waktu
tapi kau disana melenggang dalam dimensimu,
dan jam yang lambat itu tersesat jauh di belantara
kita bertiga berpencar dalam dunia masing-masing
Tapi, bukankah ada saat-saat indah yang terjadi hanya enampuluh detik
ketika aku, kamu, dan cinta yang terlambat datang
membentuk satu harmoni yang cantik dengan berdiri pada satu titik?
Karena setelah terpencar begitu jauh, melesat begitu cepat
dan merindu sampai sendu
suatu saat, detik akan menemukan menitnya
dan jam akan melengkapi harmoni waktu yang indah
Kamu dalam aku
Kamu adalah kemarin yang tersisa pada hari ini
aku adalah hari esok yang tersembunyi di kemarin
Adalah tetes terakhir kopi dalam cangkir yang ku sesap
biar kafein menumpuk dalam darahku, menjadi bahagia dalam candu
karena tetes terakhir selalu membuatku tergoda
untuk menyesapnya lagi dan lagi
kamu adalah subuh yang biru
dingin tapi membuatku tersenyum bahagia menyambutmu
tapi, tetap saja dingin
begitu setiap hari
kamu adalah jarum menit,
aku adalah jarum detik
dan cinta adalah jarum jam yang datang terlambat
ada kala dimana kita saling menghimpit, dekat
ada kala kita didefinisikan jarak, jauh
tapi kita akan menghimpit lagi
kenapa aku adalah jarum detik?
karena rasanya cepat sekali aku merindumu, lagi
aku adalah hari esok yang tersembunyi di kemarin
Adalah tetes terakhir kopi dalam cangkir yang ku sesap
biar kafein menumpuk dalam darahku, menjadi bahagia dalam candu
karena tetes terakhir selalu membuatku tergoda
untuk menyesapnya lagi dan lagi
kamu adalah subuh yang biru
dingin tapi membuatku tersenyum bahagia menyambutmu
tapi, tetap saja dingin
begitu setiap hari
kamu adalah jarum menit,
aku adalah jarum detik
dan cinta adalah jarum jam yang datang terlambat
ada kala dimana kita saling menghimpit, dekat
ada kala kita didefinisikan jarak, jauh
tapi kita akan menghimpit lagi
kenapa aku adalah jarum detik?
karena rasanya cepat sekali aku merindumu, lagi
jeudi 3 octobre 2013
bulan sabit biru
Sejujurnya, sampai pada detik ini, aku masih menyimpan perasaan berwarna biru sebiru jaketmu.
Namun, pada bulan sabit kesembilan, aku ingin menemui sosokmu yang ada dalam diriku dan bicara padanya
"Aku harus melupakanmu"
Sembilan bulan sabit adalah waktu yang lama bagiku untuk berkawan dengan perasaan dan diam dalam dimensi tersenyapku bersama sosokmu yang ada di dalam sini.
Kau adalah bintang biru pada galaksiku,
adalah hangat pada subuhku yang biru,
adalah awan putih pada langit siangku,
dan adalah rindu pada malam-malamku.
Kau tahu, aku akan ingat hal-hal tentangmu. Mungkin seperti saat pertama aku mengeja namamu sebelum berjuta ejaan setelah detik itu, saat aku dan kamu sama-sama terjaga di tengah gulitanya malam namun diam dalam sunyi tak bicara apapun selain memandang gemerlap lalu lalang kendaraan, saat aku bicara padamu, atau saat aku menjawab tanda tanya yang kau sodorkan.
Dan, hal-hal kecil itu juga tidak akan lupa disebutkan. Aku akan ingat caramu berjalan, caramu menatap dari balik lensa-lensa yang lugas, caramu tersenyum tanpa gigi terekspos pada kedua mataku yang memperhatikan, dan caramu menatapku saat menyodorkan tanda tanya. Belum lagi suara tawamu.
Tapi, apakah kau akan ingat aku setelah sang jarak telentang di antara duniamu dan duniaku?
Mungkin seperti caraku memanggilmu. Tidak dengan nama depanmu karena aku tak terbiasa dengan itu tapi dengan nama tengah. Satu darimu yang paling akrab untukku.
Oh ya, aku masih akan menyimpan nomormu.
Tapi, kamu akan menjadi sama dengan yang lain. Yang lain yang mana?
Yang lain yang kulupakan.
Kenapa?
Aku tidak tahu. Aku ingin membuat diriku sendiri lupa cara mengeja namamu yang sudah kuhapal.
Aku tidak ingin memandangi punggungmu yang menyusuri jalan raya.
Bukannya aku lelah duduk manis di bawah galaksi biruku memandangimu berpolah. Aku hanya menyadari bahwa inchi-inchi yang mengangkang ini kelak akan menemukan waktu revolusinya menjadi raksasa kilometer. Kian jauh.
Dengar, meskipun ini adalah satu dari prosa bisu yang lantang berperasaan, kalau Tuhan ingin melihat suatu lakon bertokohkan aku denganmu pada suatu hari di masa depan yang dijanjikan mimpi-mimpi, sudah jadi pasti bawa pada saat itu juga kamu dan aku akan saling berjanji kelingking. Untuk bersama.
Namun, pada bulan sabit kesembilan, aku ingin menemui sosokmu yang ada dalam diriku dan bicara padanya
"Aku harus melupakanmu"
Sembilan bulan sabit adalah waktu yang lama bagiku untuk berkawan dengan perasaan dan diam dalam dimensi tersenyapku bersama sosokmu yang ada di dalam sini.
Kau adalah bintang biru pada galaksiku,
adalah hangat pada subuhku yang biru,
adalah awan putih pada langit siangku,
dan adalah rindu pada malam-malamku.
Kau tahu, aku akan ingat hal-hal tentangmu. Mungkin seperti saat pertama aku mengeja namamu sebelum berjuta ejaan setelah detik itu, saat aku dan kamu sama-sama terjaga di tengah gulitanya malam namun diam dalam sunyi tak bicara apapun selain memandang gemerlap lalu lalang kendaraan, saat aku bicara padamu, atau saat aku menjawab tanda tanya yang kau sodorkan.
Dan, hal-hal kecil itu juga tidak akan lupa disebutkan. Aku akan ingat caramu berjalan, caramu menatap dari balik lensa-lensa yang lugas, caramu tersenyum tanpa gigi terekspos pada kedua mataku yang memperhatikan, dan caramu menatapku saat menyodorkan tanda tanya. Belum lagi suara tawamu.
Tapi, apakah kau akan ingat aku setelah sang jarak telentang di antara duniamu dan duniaku?
Mungkin seperti caraku memanggilmu. Tidak dengan nama depanmu karena aku tak terbiasa dengan itu tapi dengan nama tengah. Satu darimu yang paling akrab untukku.
Oh ya, aku masih akan menyimpan nomormu.
Tapi, kamu akan menjadi sama dengan yang lain. Yang lain yang mana?
Yang lain yang kulupakan.
Kenapa?
Aku tidak tahu. Aku ingin membuat diriku sendiri lupa cara mengeja namamu yang sudah kuhapal.
Aku tidak ingin memandangi punggungmu yang menyusuri jalan raya.
Bukannya aku lelah duduk manis di bawah galaksi biruku memandangimu berpolah. Aku hanya menyadari bahwa inchi-inchi yang mengangkang ini kelak akan menemukan waktu revolusinya menjadi raksasa kilometer. Kian jauh.
Dengar, meskipun ini adalah satu dari prosa bisu yang lantang berperasaan, kalau Tuhan ingin melihat suatu lakon bertokohkan aku denganmu pada suatu hari di masa depan yang dijanjikan mimpi-mimpi, sudah jadi pasti bawa pada saat itu juga kamu dan aku akan saling berjanji kelingking. Untuk bersama.
samedi 28 septembre 2013
aksara bicara bahagia
Lembar-lembar aksara yang bicara kutamatkan satu persatu. Serempak mereka bicara padaku tentang kebahagiaan
Apa itu bahagia?
Dan dimana aku bisa menemukan kebahagiaan?
Buku ini -yang ditulis seorang Amerika yang aku pun asing terhadap sosoknya, ku eja saja namanya biar aku cukup tahu-
Apa itu bahagia?
Dan dimana aku bisa menemukan kebahagiaan?
Buku ini -yang ditulis seorang Amerika yang aku pun asing terhadap sosoknya, ku eja saja namanya biar aku cukup tahu-
tidak tahu menahu bahwa bagiku bahagia adalah menatapmu
dan kamu juga melihat ke arahku
dalam satu tawa yang sama
dan kamu juga melihat ke arahku
dalam satu tawa yang sama
jeudi 26 septembre 2013
Relung Senja
Jadilah kamu ada dalam relung-relung senja
Mengisi sunyi-sunyi kala yang bicara hanya ingatanku saja
Ingatan tentang hari-hari dimana ada namamu yang kuputar ulang
Mungkin sudah jutaan kali
Tapi aku tetap bahagia melihat senyummu atau mendengar tawamu
atau membaca aksara-aksara yang merangkai namamu
dan hanya satu nama itu yang bergema jutaan kali
membentuk suara sempurna di dalam kepala
sementara bayangmu tercipta melalui bias cahaya lensa
menjadi teman tidurku, lelap bersamaku
dan bangun, hidup, tertawa, saat kulihat kamu beberapa jengkal dariku
Mengisi sunyi-sunyi kala yang bicara hanya ingatanku saja
Ingatan tentang hari-hari dimana ada namamu yang kuputar ulang
Mungkin sudah jutaan kali
Tapi aku tetap bahagia melihat senyummu atau mendengar tawamu
atau membaca aksara-aksara yang merangkai namamu
dan hanya satu nama itu yang bergema jutaan kali
membentuk suara sempurna di dalam kepala
sementara bayangmu tercipta melalui bias cahaya lensa
menjadi teman tidurku, lelap bersamaku
dan bangun, hidup, tertawa, saat kulihat kamu beberapa jengkal dariku
dimanche 22 septembre 2013
september's blue galaxy, I am
Kenapa langit berwarna biru? Kenapa langit tidak sewarna dedaunan yang mendayu kemayu disapu angin?
Kenapa tidak jingga sewarna matahari?
Atau kenapa tidak kelabu seperti para awan berarak menjelang datangnya hujan?
Apakah karena ini bulan September dimana matahari unjuk diri dengan sinarnya yang benderang maka langit berwarna biru?
Setahuku memang tidak begitu.
Tapi dalam duniaku langitku berwarna biru, biru sepanjang hari.
Bukan karena panjang gelombang cahaya matahari yang pendek lantas ia mewarna galaksi.
Kamu yang identik dengan biru.
Seperti subuh yang biru saat aku telah terjaga dilamun senyap berkawan secangkir coklat yang hangat.
Seperti subuh biru yang merajuk rindu.
Atau seperti langit siang yang biru sewarna kilau auramu.
Langit siang yang bersih tanpa awan namun tergambar satu bayangmu yang lagi-lagi menjelma rindu.
Rindu, rindu lagi tanpa ampun.
Tapi aku adalah galaksi biru September dan kau adalah bintang biru.
Bintang yang dicipta karena galaksi pun dicipta Tuhan. Biar tidak ada kesepian dalam semesta.
Biar bintang itu berkedip mengamati dan galaksi itu menari. Biar mereka bahagia dalam semesta biru.
Biar, biar aku menemukan secuil bahagiaku pada galaksi biru September.
Dan biar kau temukan secuil ingatan tentang aku dalam kedipan merayu bintang biru.
Kenapa tidak jingga sewarna matahari?
Atau kenapa tidak kelabu seperti para awan berarak menjelang datangnya hujan?
Apakah karena ini bulan September dimana matahari unjuk diri dengan sinarnya yang benderang maka langit berwarna biru?
Setahuku memang tidak begitu.
Tapi dalam duniaku langitku berwarna biru, biru sepanjang hari.
Bukan karena panjang gelombang cahaya matahari yang pendek lantas ia mewarna galaksi.
Kamu yang identik dengan biru.
Seperti subuh yang biru saat aku telah terjaga dilamun senyap berkawan secangkir coklat yang hangat.
Seperti subuh biru yang merajuk rindu.
Atau seperti langit siang yang biru sewarna kilau auramu.
Langit siang yang bersih tanpa awan namun tergambar satu bayangmu yang lagi-lagi menjelma rindu.
Rindu, rindu lagi tanpa ampun.
Tapi aku adalah galaksi biru September dan kau adalah bintang biru.
Bintang yang dicipta karena galaksi pun dicipta Tuhan. Biar tidak ada kesepian dalam semesta.
Biar bintang itu berkedip mengamati dan galaksi itu menari. Biar mereka bahagia dalam semesta biru.
Biar, biar aku menemukan secuil bahagiaku pada galaksi biru September.
Dan biar kau temukan secuil ingatan tentang aku dalam kedipan merayu bintang biru.
mercredi 18 septembre 2013
bliss
hola.
I just bought a book today.
kalo aku tipikal penilai buku dari covernya, then I like this book. dilihat dari covernya, buku ini catchy. Aku suka warna biru. Tapi, apa alasanku beli buku ini?
Simpel. Yang dibicarakan disini adalah kebahagiaan, bliss, joy, happiness, kesenangan. The author himself traveled the world just to find the perception of happiness around the world. Hasilnya?
Persepsi sebuah kebahagiaan dari satu negara ke negara lain berbeda.
Alasan lebih dalam lagi, it's like I'm going through a journey and it's just started as soon as I realized what life is, what I want to do in my life, and how I wanna live it. There are so many things pressing me that I don't even feel the excitement to tell, because it gives me sort of... backache lol. Saya sedang mencari kebahagiaan di sela-sela waktu yang rasanya berlari menerabas angin. Atau mungkin sebenarnya saya sedang mencoba berlari dari kehampaan?
Berlari dari kehampaan pun ujung-ujungnya saya juga akan mencari kebahagiaan dalam bentuk lain.
Mungkin dengan membaca buku tentang bahagia, saya bisa menemukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil juga dalam celah-celah waktu 24 jam.
Baca buku makes me feel like I'm in another world, serasa satu waktu ada di dunia yang bukan duniaku. Semacam refreshing juga, sort of menyenangkan.
Dibanding novel, aku kayaknya lebih cocok sama buku-buku yang nonfiksi kayak gini. Instead of reading bunch of story chapters, I'd rather to read short poems. Short, but deep.
I just bought a book today.
kalo aku tipikal penilai buku dari covernya, then I like this book. dilihat dari covernya, buku ini catchy. Aku suka warna biru. Tapi, apa alasanku beli buku ini?
Simpel. Yang dibicarakan disini adalah kebahagiaan, bliss, joy, happiness, kesenangan. The author himself traveled the world just to find the perception of happiness around the world. Hasilnya?
Persepsi sebuah kebahagiaan dari satu negara ke negara lain berbeda.
Alasan lebih dalam lagi, it's like I'm going through a journey and it's just started as soon as I realized what life is, what I want to do in my life, and how I wanna live it. There are so many things pressing me that I don't even feel the excitement to tell, because it gives me sort of... backache lol. Saya sedang mencari kebahagiaan di sela-sela waktu yang rasanya berlari menerabas angin. Atau mungkin sebenarnya saya sedang mencoba berlari dari kehampaan?
Berlari dari kehampaan pun ujung-ujungnya saya juga akan mencari kebahagiaan dalam bentuk lain.
Mungkin dengan membaca buku tentang bahagia, saya bisa menemukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil juga dalam celah-celah waktu 24 jam.
Baca buku makes me feel like I'm in another world, serasa satu waktu ada di dunia yang bukan duniaku. Semacam refreshing juga, sort of menyenangkan.
Dibanding novel, aku kayaknya lebih cocok sama buku-buku yang nonfiksi kayak gini. Instead of reading bunch of story chapters, I'd rather to read short poems. Short, but deep.
lundi 2 septembre 2013
kopi malam ini
Pada kopiku malam ini, ada manis dan pahit yang getir dalam satu tegukannya. Dua rasa yang menyatu dengan sempurna dan menjabarkan keseluruhan perasaan dalam satu tegukan.
Ada manis.
Seperti saat aku membaca ulang barisan kalimat yang telah dituturkan. Manis karena setelah berbulan-bulan menunggu dalam lamunan senyap, datanglah hari-hari dimana eksistensi satu sama lain terasa begitu nyata. Tidak hanya tatapan yang merasakan, tapi juga kata-kata yang diukir lidah pun turut menyapa. Manis lagi karena setelah dekat lalu jauh lalu Tuhan menarik tali temali tubuhmu dan tubuhku mendekat.
Ada pahit yang getir.
Mungkin seperti ketika aku mengindra satu kenyataan pahit yang membuatku terjaga semalam dengan secangkir kopi di tangan. Semanis perasaan sehalus angin yang menggelitik langit dan sepahit aku yang menyadari sejauh mana aku telah melangkah.
Aku berhenti pada satu titik itu dimana aku sadar bahwa apa yang ku inginkan sudah menjadi kenyataan yang kujalani. Biar Tuhan yang memutuskan apakah di bawah langit biru pada suatu hari nanti akan ada rindu yang bersambut, pertemuan yang diidamkan perasaan, ingatan yang menguap oleh terik matahari, atau perasaan-perasaan yang berusaha saling menemukan jalan menuju satu sama lain.
Tuhan akan menjawab semuanya.
Ada manis.
Seperti saat aku membaca ulang barisan kalimat yang telah dituturkan. Manis karena setelah berbulan-bulan menunggu dalam lamunan senyap, datanglah hari-hari dimana eksistensi satu sama lain terasa begitu nyata. Tidak hanya tatapan yang merasakan, tapi juga kata-kata yang diukir lidah pun turut menyapa. Manis lagi karena setelah dekat lalu jauh lalu Tuhan menarik tali temali tubuhmu dan tubuhku mendekat.
Ada pahit yang getir.
Mungkin seperti ketika aku mengindra satu kenyataan pahit yang membuatku terjaga semalam dengan secangkir kopi di tangan. Semanis perasaan sehalus angin yang menggelitik langit dan sepahit aku yang menyadari sejauh mana aku telah melangkah.
Aku berhenti pada satu titik itu dimana aku sadar bahwa apa yang ku inginkan sudah menjadi kenyataan yang kujalani. Biar Tuhan yang memutuskan apakah di bawah langit biru pada suatu hari nanti akan ada rindu yang bersambut, pertemuan yang diidamkan perasaan, ingatan yang menguap oleh terik matahari, atau perasaan-perasaan yang berusaha saling menemukan jalan menuju satu sama lain.
Tuhan akan menjawab semuanya.
lundi 26 août 2013
moodbooster
Benar, akan ada hari-hari yang tak berjalan sebagaimana mestinya
dan hari-hari yang dipenuhi dengan letih
sampai aku merasa tak lagi bersemangat
tidak lagi bahagia menghirup udara subuh yang biru
dan tidak lagi girang melihat wajah bernama rutinitas
tapi jika aku memutar kembali hari demi hari
dengan perlahan sampai tak ada sebisik angin yang terlewatkan
moodboosterku itu terselip di antara hari-hari yang melelahkan,
berdiri disana di antara jarum jam dan detik yang saling menghimpit
dan hari-hari yang dipenuhi dengan letih
sampai aku merasa tak lagi bersemangat
tidak lagi bahagia menghirup udara subuh yang biru
dan tidak lagi girang melihat wajah bernama rutinitas
tapi jika aku memutar kembali hari demi hari
dengan perlahan sampai tak ada sebisik angin yang terlewatkan
moodboosterku itu terselip di antara hari-hari yang melelahkan,
berdiri disana di antara jarum jam dan detik yang saling menghimpit
lundi 19 août 2013
I'm On PMS
"Why are you so in rush?" he asked with a smile on his face.
He rarely shows the kind of smile to anyone. She was lucky to get the chance to see it, his happy smile that was meant for no one but her.
But, he didn't understand that she just couldn't keep her self calm when she was with her crush.
"I'm on PMS," she said cynically.
"Then, what should I do?" he asked again and the smile stayed still.
"Just shut up," she replied quickly.
But, deep down, she regretted what she just said, no, she didn't want him to shut up. She wanted him to speak, to give her his rarest smile, and to give her the chance of feeling close to him because his silence intimidated her in the coldest way. At least, when he asked why she was in rush, that's probably because he had noticed there was something different in her.
Responded to the order to shut up, he smiled widely and made fun of it. But, in the end both of them kept silence. The ice between them just melted.
He rarely shows the kind of smile to anyone. She was lucky to get the chance to see it, his happy smile that was meant for no one but her.
But, he didn't understand that she just couldn't keep her self calm when she was with her crush.
"I'm on PMS," she said cynically.
"Then, what should I do?" he asked again and the smile stayed still.
"Just shut up," she replied quickly.
But, deep down, she regretted what she just said, no, she didn't want him to shut up. She wanted him to speak, to give her his rarest smile, and to give her the chance of feeling close to him because his silence intimidated her in the coldest way. At least, when he asked why she was in rush, that's probably because he had noticed there was something different in her.
Responded to the order to shut up, he smiled widely and made fun of it. But, in the end both of them kept silence. The ice between them just melted.
mardi 13 août 2013
A Journey: To find the happiness
I've done so much of... Asking questions about life, about happiness, about how to find happiness. I'm done with such experimenting to make my self happy.
I'm glad I had asked such deep questions about this life when people my age seems like having fun and living in their own romances. To ask such deep questions -to my self- is such confusing. At first, I was quite a bit depressed that all I found is a high brick wall.
Ask your self a question, "who loves you the most among all people in this world?"
It's not your boyfriend, also not your very best of friends,
It's your family.
So, I spent many years of my teenage time to find out that the people who truly love me for the way I am is family.
The sad thing about growing up is you will be so busy socializing with your friends and growing up 'til you forget your family.
I regret the time that I had wasted when I could have been with my family more.
So, I forgot about socializing online for a while - admit it, now some of you must be having an opinion that social media is an important thing, don't you? And you can't miss a day without posting something like your opinion and feeling in it.
I realized that by posting something on social media, you give people the chance to judge you buy what you're thinking at that moment which there's a big possibility that they don't judge you for who you really are, but for what you post up there. You just create an 'image' about your self by posting up there and your 'image' is very determined by what words you share.
I found out that social media is not that important. One of the reason is I'm not socializing with people who truly cares, I mean, if I already have people who truly care about me then why should I waste my time to socializing on social media than to be with those people who truly care?
If you want to be happy, take all your expensive high tech gadgets away, pay attention to your closest people, your family. Spend more time with them and make the best of every moments you're in.
We keep growing up and growing older. Sometimes we don't even realize that our parents are also getting older, too. We're not going to live forever with them, so, why are you still spending time on useless things when you have much more precious people to spend your time with?
I'm glad I had asked such deep questions about this life when people my age seems like having fun and living in their own romances. To ask such deep questions -to my self- is such confusing. At first, I was quite a bit depressed that all I found is a high brick wall.
I find happiness by doing the simplest of things - with people who love me.'People who love me',
Ask your self a question, "who loves you the most among all people in this world?"
It's not your boyfriend, also not your very best of friends,
It's your family.
So, I spent many years of my teenage time to find out that the people who truly love me for the way I am is family.
The sad thing about growing up is you will be so busy socializing with your friends and growing up 'til you forget your family.
I regret the time that I had wasted when I could have been with my family more.
So, I forgot about socializing online for a while - admit it, now some of you must be having an opinion that social media is an important thing, don't you? And you can't miss a day without posting something like your opinion and feeling in it.
I realized that by posting something on social media, you give people the chance to judge you buy what you're thinking at that moment which there's a big possibility that they don't judge you for who you really are, but for what you post up there. You just create an 'image' about your self by posting up there and your 'image' is very determined by what words you share.
I found out that social media is not that important. One of the reason is I'm not socializing with people who truly cares, I mean, if I already have people who truly care about me then why should I waste my time to socializing on social media than to be with those people who truly care?
So I put my phone away and take time to spend it with my family especially with my mom. I do a lot of little things like helping her. I do it sincerely and just very naturally, I feel so happy. Not the kind of rush in the tummy or the jumping adrenaline, but the tender one.That's it.
If you want to be happy, take all your expensive high tech gadgets away, pay attention to your closest people, your family. Spend more time with them and make the best of every moments you're in.
We keep growing up and growing older. Sometimes we don't even realize that our parents are also getting older, too. We're not going to live forever with them, so, why are you still spending time on useless things when you have much more precious people to spend your time with?
jeudi 8 août 2013
happy Eid mobarak!
Happy eid mobarak!
Alhamdulillah, Ramadhan kali ini terasa cepet banget. Semoga tahun depan dan tahun2 berikutnya kita semua masih dipertemukan dengan bulan Ramadhan dalam kondisi keluarga lengkap dan sehat wal'afiat semua
Aamiin
Lebaran hari pertama, Alhamdulillah, sejauh ini berjalan dengan sangat baik. Lebaran tahun ini truly gave me lots of priceless experiences. Kebanyakan adalah pengalaman spiritual.
Tahun ini, ulang tahunku berdekatan sama lebaran. I wish to be better than before, way much better. I'm gonna change, that's all I'm intending.
I've changed so much for the past few years. Sometimes I can't believe if I've changed a lot from a monstrous and rebellious girl to my self now. A close friend even frequently asked me, "Is this your self? Your true self?"
I guessed she was just afraid if I was trying to be someone else, someone who isn't me, someone she doesn't know. I was not trying to be someone else, I was just simply changing.
Buat orang, berubah itu susah tapi, kalo kita-nya sendiri sudah punya kemauan keras buat berubah, itu nggak akan nggak mungkin dilakukan. Aku juga bersyukur bisa berubah menjadi lebih baik dalam waktu yang relatif cepat karena a change often takes long time.
Okay, jadi hari ini, aku merasa kalo aku menjalani lebaran dengan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Tahun ini, memang sekeluarga baru kumpul pas malem hari, ya. Tapi, tahun ini aku ikut sungkem. Sebelum-sebelumnya, aku nggak suka dan selalu ngehindar dari tradisi ini. Sebenernya aku gitu karena aku malu minta maaf, aku sadar dosaku banyak banget ke keluarga. Honestly.
Tahun ini, akhirnya aku sungkem. I don't know, I just feel like I'm a slightly better person now...
Kumpul bareng keluarga itu event yang langka banget. Aku baru ngerasain senengnya kumpul sama orang-orang yang sayang sama kita. It feels warm. Tahun-tahun kemaren, honestly I didn't get anything from such event. Aku jadi ngerasa lebih sayang sama keluarga. Kita terlalu sibuk tumbuh dewasa di dalam dunia dan masyarakat sampe kadang kita lupa kalo ada orang-orang yang beneran sayang sama kita. Aku harus lebih pay attention sama keluarga dan nggak cuma sibuk grow up aja.
Kita emang harus grow up seiring bertambahnya umur, tapi kita juga nggak pernah boleh lupa sama keluarga.
Now I understand that every single moment is very precious.
Bicara soal angpao lebaran, alhamdulillah, aku masih dapet angpao lebaran. Jumlahnya banyak banget. Tapi, ada satu kejadian yang bikin aku sadar. Tadi, kakakku ngasih aku angpao lebaran. Kakakku ini udah dewasa, udah kerja, udah sukses, dan udah punya keluarga sendiri. Waktu aku dikasih angpao, something came to my mind, cari uang itu susah kita harus kerja dulu sampe capek dan pulang malem buat dapet uang.
Aku bertekad nabung angpao lebaranku ini. Aku nggak tau uang ini nanti dibuat apa tapi, aku cuma pengen nabung dulu aja.
Kalo dibeliin barang aku ngerasa sayang buat make uangnya. Uang ini dapetinnya itu susah, yang ngasih angpao harus kerja keras dulu, aku ngerasa sayang harus make uangnya untuk barang yang nggak ada kesannya dan bisa rusak.
But, hey! Money can never buy something that won't break. Money buys things that bring contemporary pleasure.
Money can't buy something that lasts.
The thing is it's not the money that brings you true happiness. If you look a little deeper that your family and relatives had had to work hard to get that money and they gave a few of their money to you as angpao lebaran, I'm sure you will not feel easy to buy anything with that money...
But, it's the moments and the people you're with on lebaran that makes you happy.
We don't need money to make us happy, but to be with the people that truly love us.
Kita nggak butuh kesenangan temporer, kita cuma butuh adanya perasaan kalo kita dicintai dan cuma dengan keluarga kamu bisa dapetin real happiness semacam itu.
Aku benar-benar happy lebaran kali ini.
Makasih Ya Allah :)
Aamiin
Lebaran hari pertama, Alhamdulillah, sejauh ini berjalan dengan sangat baik. Lebaran tahun ini truly gave me lots of priceless experiences. Kebanyakan adalah pengalaman spiritual.
Tahun ini, ulang tahunku berdekatan sama lebaran. I wish to be better than before, way much better. I'm gonna change, that's all I'm intending.
I've changed so much for the past few years. Sometimes I can't believe if I've changed a lot from a monstrous and rebellious girl to my self now. A close friend even frequently asked me, "Is this your self? Your true self?"
I guessed she was just afraid if I was trying to be someone else, someone who isn't me, someone she doesn't know. I was not trying to be someone else, I was just simply changing.
Buat orang, berubah itu susah tapi, kalo kita-nya sendiri sudah punya kemauan keras buat berubah, itu nggak akan nggak mungkin dilakukan. Aku juga bersyukur bisa berubah menjadi lebih baik dalam waktu yang relatif cepat karena a change often takes long time.
Okay, jadi hari ini, aku merasa kalo aku menjalani lebaran dengan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
Tahun ini, memang sekeluarga baru kumpul pas malem hari, ya. Tapi, tahun ini aku ikut sungkem. Sebelum-sebelumnya, aku nggak suka dan selalu ngehindar dari tradisi ini. Sebenernya aku gitu karena aku malu minta maaf, aku sadar dosaku banyak banget ke keluarga. Honestly.
Tahun ini, akhirnya aku sungkem. I don't know, I just feel like I'm a slightly better person now...
Kumpul bareng keluarga itu event yang langka banget. Aku baru ngerasain senengnya kumpul sama orang-orang yang sayang sama kita. It feels warm. Tahun-tahun kemaren, honestly I didn't get anything from such event. Aku jadi ngerasa lebih sayang sama keluarga. Kita terlalu sibuk tumbuh dewasa di dalam dunia dan masyarakat sampe kadang kita lupa kalo ada orang-orang yang beneran sayang sama kita. Aku harus lebih pay attention sama keluarga dan nggak cuma sibuk grow up aja.
Kita emang harus grow up seiring bertambahnya umur, tapi kita juga nggak pernah boleh lupa sama keluarga.
Now I understand that every single moment is very precious.
Bicara soal angpao lebaran, alhamdulillah, aku masih dapet angpao lebaran. Jumlahnya banyak banget. Tapi, ada satu kejadian yang bikin aku sadar. Tadi, kakakku ngasih aku angpao lebaran. Kakakku ini udah dewasa, udah kerja, udah sukses, dan udah punya keluarga sendiri. Waktu aku dikasih angpao, something came to my mind, cari uang itu susah kita harus kerja dulu sampe capek dan pulang malem buat dapet uang.
Aku bertekad nabung angpao lebaranku ini. Aku nggak tau uang ini nanti dibuat apa tapi, aku cuma pengen nabung dulu aja.
Kalo dibeliin barang aku ngerasa sayang buat make uangnya. Uang ini dapetinnya itu susah, yang ngasih angpao harus kerja keras dulu, aku ngerasa sayang harus make uangnya untuk barang yang nggak ada kesannya dan bisa rusak.
But, hey! Money can never buy something that won't break. Money buys things that bring contemporary pleasure.
Money can't buy something that lasts.
The thing is it's not the money that brings you true happiness. If you look a little deeper that your family and relatives had had to work hard to get that money and they gave a few of their money to you as angpao lebaran, I'm sure you will not feel easy to buy anything with that money...
But, it's the moments and the people you're with on lebaran that makes you happy.
We don't need money to make us happy, but to be with the people that truly love us.
Kita nggak butuh kesenangan temporer, kita cuma butuh adanya perasaan kalo kita dicintai dan cuma dengan keluarga kamu bisa dapetin real happiness semacam itu.
Aku benar-benar happy lebaran kali ini.
Makasih Ya Allah :)
dimanche 4 août 2013
I'm officially turning 17
Hey, it's a very beautiful day! There are so much to write about. I'm still all excited about the birthday and the idea of getting older.
Birthday itu sangat exciting. Hari spesial yang cuma datang sekali setahun dan saking spesialnya sampe bisa dirayakan dengan berbagai cara. Kalo kebanyakan remaja lain bikin party buat 17th birthdaynya, aku nggak ngelakuin itu. Apa ya, I don't like wasting my parents' money on that kind of thing. I'd much prefer acara dinner biasa, well that's better. Kalo ngadain pesta, kita nggak akan bisa deket sama orang-orang yang deket sama kita karena pastinya akan ada banyak undangan, kan. Tapi, kalo dinner, rasanya itu atmosfernya lebih humble dan warm. Kita bisa interact sama orang yang beneran care dan sayang.
Semakin tua, aku semakin sadar kalo aku harus berubah jadi lebih baik.
Niatannya di umur yang sudah nggak anak-anak lagi ini aku pengen lebih dewasa, lebih kalem, lebih bisa sabar, dan lebih bisa mengendalikan diri. The first thing harus lebih dekat sama Allah SWT. Aku bersyukur di hari ulang tahunku Allah ngasih aku pencerahan untuk berubah dan introspeksi karena banyak orang di luar sana yang pas hari ulang tahunnya mereka sama sekali nggak ada niatan atau pemikiran untuk berubah. Such a precious thing.
Bicara soal birthday presents... Aku cuma dapet satu dari mama sama papa dengan jumlah yang alhamdulillah banyak banget. Nanti kalo disebutin malah dibilang pamer :P
Mama papa juga ngasih aku surat yang bikin aku nangis pas aku bacanya (padahal tadi lagi puasa dan nangis loh untung air matanya nggak ketelen). Aku terharu banget. Selama ini, aku terlalu sibuk interacted with others sampe aku sering bersikap nggak baik sama mereka. Aku nyesal sih dan aku pengen meluangkan waktu lebih banyak buat keluarga. Lebih jarang main sosial media kalo nggak penting dan lebih banyak interaksi sama keluarga. Pada hakikatnya, keluarga itu akan jadi orang yang paling care dan sayang sama kita.
I'm too busy growing up dan diribetin sama kenyataan yang nggak semuanya menyenangkan sampe aku sebel sama diriku sendiri. Begitu aku baca suratnya tadi, I couldn't hold back my tears. How happy they were when they saw me coming to this earth, how they love me ever since, and how they hope so much on me. Suddenly, I remember all my mistakes all this time and how I disappointed them by so many things I did.
Aku berniat dan insya Allah bakalan jadi anggota keluarga yang jauh lebih baik, lebih warm, lebih sabar, dan nggak nyebelin.
This really bring me to tears again and again. Allah, thanks for granting me such warm and happy family please keep us unite like this forever :')
Aku kira nggak akan ada temen-temen yang ingat hari ultahku tapi ternyata ada dan yang ngucapin banyaaak banget! <3 Makasih banyak ya teman-teman maaf aku nggak bisa balasin semua cuma sebagian besar aja :D
Di antara mentions happy birthday itu, aku secara nggak sengaja tahu kalo my old crush retweeted his classmate who is also a good friend of mine 's happy birthday mention to me. I told you, aku dan dia sama-sama nggak mengenal baik dan there was something before this. Mungkin dia juga cuma bisa dikategoriin sebagai acquaintance. Jadi, ketika dia retweet that, itu semacam... surprise. He still cares.
Birthday itu sangat exciting. Hari spesial yang cuma datang sekali setahun dan saking spesialnya sampe bisa dirayakan dengan berbagai cara. Kalo kebanyakan remaja lain bikin party buat 17th birthdaynya, aku nggak ngelakuin itu. Apa ya, I don't like wasting my parents' money on that kind of thing. I'd much prefer acara dinner biasa, well that's better. Kalo ngadain pesta, kita nggak akan bisa deket sama orang-orang yang deket sama kita karena pastinya akan ada banyak undangan, kan. Tapi, kalo dinner, rasanya itu atmosfernya lebih humble dan warm. Kita bisa interact sama orang yang beneran care dan sayang.
Semakin tua, aku semakin sadar kalo aku harus berubah jadi lebih baik.
Niatannya di umur yang sudah nggak anak-anak lagi ini aku pengen lebih dewasa, lebih kalem, lebih bisa sabar, dan lebih bisa mengendalikan diri. The first thing harus lebih dekat sama Allah SWT. Aku bersyukur di hari ulang tahunku Allah ngasih aku pencerahan untuk berubah dan introspeksi karena banyak orang di luar sana yang pas hari ulang tahunnya mereka sama sekali nggak ada niatan atau pemikiran untuk berubah. Such a precious thing.
Bicara soal birthday presents... Aku cuma dapet satu dari mama sama papa dengan jumlah yang alhamdulillah banyak banget. Nanti kalo disebutin malah dibilang pamer :P
Mama papa juga ngasih aku surat yang bikin aku nangis pas aku bacanya (padahal tadi lagi puasa dan nangis loh untung air matanya nggak ketelen). Aku terharu banget. Selama ini, aku terlalu sibuk interacted with others sampe aku sering bersikap nggak baik sama mereka. Aku nyesal sih dan aku pengen meluangkan waktu lebih banyak buat keluarga. Lebih jarang main sosial media kalo nggak penting dan lebih banyak interaksi sama keluarga. Pada hakikatnya, keluarga itu akan jadi orang yang paling care dan sayang sama kita.
I'm too busy growing up dan diribetin sama kenyataan yang nggak semuanya menyenangkan sampe aku sebel sama diriku sendiri. Begitu aku baca suratnya tadi, I couldn't hold back my tears. How happy they were when they saw me coming to this earth, how they love me ever since, and how they hope so much on me. Suddenly, I remember all my mistakes all this time and how I disappointed them by so many things I did.
Aku berniat dan insya Allah bakalan jadi anggota keluarga yang jauh lebih baik, lebih warm, lebih sabar, dan nggak nyebelin.
This really bring me to tears again and again. Allah, thanks for granting me such warm and happy family please keep us unite like this forever :')
Aku kira nggak akan ada temen-temen yang ingat hari ultahku tapi ternyata ada dan yang ngucapin banyaaak banget! <3 Makasih banyak ya teman-teman maaf aku nggak bisa balasin semua cuma sebagian besar aja :D
Di antara mentions happy birthday itu, aku secara nggak sengaja tahu kalo my old crush retweeted his classmate who is also a good friend of mine 's happy birthday mention to me. I told you, aku dan dia sama-sama nggak mengenal baik dan there was something before this. Mungkin dia juga cuma bisa dikategoriin sebagai acquaintance. Jadi, ketika dia retweet that, itu semacam... surprise. He still cares.
dimanche 28 juillet 2013
happy birthday, Mama!
Happy birthday, Mama!
Joyeux Anniversaire!
Otanjoubi omedetou!
Today is my dearest Mommy's 50th birthday. You will think that she's old but for me, mommy itu sangat awet muda. Tidak terlihat menua sama sekali.
Jadi, sekalian ngerayain ultahnya Mama, aku sama kakak sama mama pergi shopping deh di Surabaya. Dan, tadi aku makan banyak banget di Xo Suki #pengakuan
Apa ya, nggak berlebihan sih, kadang yang penting itu bukan gimana dirayainnya tapi, setulus apa doa yang diucapkan. Lagian, isn't it too self-absorbed to have your own birthday party?
Menurutku, dirayain dengan acara simpel kayak gitu tadi lebih bisa mendekatkan daripada yang mewah.
Hari spesial itu nggak harus dirayain dengan super expensive kok, kadang, cuma dengan dirayain simpel sama orang-orang yang tersayang itu aja sudah lebih dari cukup. Karena yang kita butuhin sesungguhnya bukan pujian atau pengakuan orang lain, tapi cuma waktu sama orang-orang yang berharga dalam hidup.
samedi 27 juillet 2013
2ne1's Falling In Love
Bicara soal musik,
lagunya 2ne1 yang satu ini got me brainwashed by the tunes. Di awalnya sedikit mirip harlem shake sih tapi begitu didengerin terus, lagunya catchy, lho!
Yang jadi center of interest di music video ini ya Sandara Park, she looks extremely stand out biarpun Park Bom tetep juara lah ya kalo urusan charm. Tumbennya di music video comeback, Dara didandanin normal. Di mv kemarin2 itu, dia di-skinhead, rambutnya dijigrakin, aneh-aneh deh pokoknya.
Dan, if you're feeling like falling in love, just prepare your ears for a non melancholy cool love song!
http://www.youtube.com/watch?v=zEVd9pSG85Q
lagunya 2ne1 yang satu ini got me brainwashed by the tunes. Di awalnya sedikit mirip harlem shake sih tapi begitu didengerin terus, lagunya catchy, lho!
Yang jadi center of interest di music video ini ya Sandara Park, she looks extremely stand out biarpun Park Bom tetep juara lah ya kalo urusan charm. Tumbennya di music video comeback, Dara didandanin normal. Di mv kemarin2 itu, dia di-skinhead, rambutnya dijigrakin, aneh-aneh deh pokoknya.
Dan, if you're feeling like falling in love, just prepare your ears for a non melancholy cool love song!
http://www.youtube.com/watch?v=zEVd9pSG85Q
ingatan tentang hari-hari bersamanya
apakah kamu selalu mengingat hari-hari bersama seseorang?
kalau iya, pasti kamu menyimpan perasaan untuknya
karena perasaan itu mengukuhkan ingatan,
membuatnya tetap hidup dalam bayangan
saat waktu membuatnya tertinggal di belakang
kalau iya, pasti kamu menyimpan perasaan untuknya
karena perasaan itu mengukuhkan ingatan,
membuatnya tetap hidup dalam bayangan
saat waktu membuatnya tertinggal di belakang
jingga yang manis
Di sisi bumi ini, jingga yang manis muncul pada diri senja. Aku memaksa diriku keluar dari rumah. Sudah lama aku tidak keluar dan melihat jingga yang manis. Tapi, begitu aku sudah di luar, yang kulihat bukannya langit.
Karena setiap aku melihat mobil, sepeda motor, dan orang yang berlalu lalang, yang kulihat hanyalah bayang-bayang wajahmu. Aku termenung melihat setiap bayang-bayangmu yang berlalu begitu saja.
Kalau aku harus mengakui, aku tidak suka diriku yang seperti ini. Aku bahkan tidak bisa menikmati senja yang kusukai tanpa mengingatmu.
Lalu, apakah dengan bicara padamu akan membuatku tidak lagi memikirkanmu?
Karena setiap aku melihat mobil, sepeda motor, dan orang yang berlalu lalang, yang kulihat hanyalah bayang-bayang wajahmu. Aku termenung melihat setiap bayang-bayangmu yang berlalu begitu saja.
Kalau aku harus mengakui, aku tidak suka diriku yang seperti ini. Aku bahkan tidak bisa menikmati senja yang kusukai tanpa mengingatmu.
Lalu, apakah dengan bicara padamu akan membuatku tidak lagi memikirkanmu?
vendredi 26 juillet 2013
langit yang sama
di sisi bumi ini, langit baru saja membiru
menyisakan sedikit tempat untuk jingga yang manis
di sisi ini, aku termenung menatap langit
mungkin kamu juga sedang menatap jingga yang sama
menyisakan sedikit tempat untuk jingga yang manis
di sisi ini, aku termenung menatap langit
mungkin kamu juga sedang menatap jingga yang sama
lundi 22 juillet 2013
bicara tentang pemahaman
"Kamu cuma menyukai apa yang kamu pahami."
Dia menatapku lurus, membuatku merasa terhakimi dengan perkataannya.
"Memang kenapa? Bagaimana bisa kamu menyukai hal-hal yang tidak kamu pahami? Bagaimana kamu bisa tahu sisi baik, sisi buruk, dan sifat hal itu kalau kamu bahkan tidak paham?" balasku sengit.
vendredi 19 juillet 2013
Tango
Aku lagi proses membaca novelnya Goo Hye Sun yang judulnya Tango.
Anyway, I'm not in the mood to write such poetic words or a poem as well, simply karena kalo aku nulis itu yang ada aku malah -tanpa disengaja sama sekali- putting down my feelings yang sedang... Oke tidak perlu dibicarakan.
Ini cover novel Hye Sun unnie.
Simpel ya?
Tapi, dalemnya nggak se-sederhana covernya. The rule not to judge a book by its cover truly works.
Baca novelnya, kamu nggak akan serasa baca teenlit korea yang lagi musim banget sekarang ini macem oppa and I atau teenlit lain yang picisan. Novel ini nggak mengumbar adegan romantis yang bikin ngiri.
Justru, di novel ini, kamu serasa diajak untuk memahami perasaannya Yun, si tokoh utama dengan tuturan dan narasi yang menurutku cara penuturannya sederhana tapi ngena. Dialog-dialognya juga cerdas dan nggak kacangan. Novel ini ceritanya sederhana tapi mengena dan deket sama realita yang kita jalani.
Hye Sun unnie menuliskan pikiran-pikirannya tentang hidup, kenyataan, perasaan, cinta, bahkan patah hati melalui paragraf-paragrafnya dan jelas pikiran-pikirannya itu juga cerdas. Sesuatu yang nggak akan kamu temui dengan mudah dalam literatur-literatur lain.
Pertama bacanya, mungkin kamu nggak akan cepet ngikutin karena sedikit ambigu tapi, semakin kamu baca, semakin kamu paham sama alurnya.
Nggak cuma itu, di novel ini ada banyak gambar-gambar abstraknya Hye Sun unnie yang bagus. Semacam doodle yang artistik banget. Kita nggak akan terasa bosan bacanya apalagi novel ini lebih banyak porsi buat narasinya daripada dialognya.
Oh iya, sebenernya, Tango ini ceritanya tentang proses move on.
Sedikit nyinggung soal move on, itu bukan sesuatu yang mudah. Bisa move on itu enak tapi susah dijalanin.
Kalo kamu sudah nyaman dengan sebuah perasaan bahkan meskipun sebenernya kamu nahan sakit, tetep aja gimanapun move on akan terasa nggak mudah dijalanin. Move on itu butuh waktu dan konsistensi.
Percayalah, dalam setiap usaha move on, pasti akan ada tempat kosong yang terisi kembali.
Recommended.
Anyway, I'm not in the mood to write such poetic words or a poem as well, simply karena kalo aku nulis itu yang ada aku malah -tanpa disengaja sama sekali- putting down my feelings yang sedang... Oke tidak perlu dibicarakan.
Ini cover novel Hye Sun unnie.
Simpel ya?
Tapi, dalemnya nggak se-sederhana covernya. The rule not to judge a book by its cover truly works.
Baca novelnya, kamu nggak akan serasa baca teenlit korea yang lagi musim banget sekarang ini macem oppa and I atau teenlit lain yang picisan. Novel ini nggak mengumbar adegan romantis yang bikin ngiri.
Justru, di novel ini, kamu serasa diajak untuk memahami perasaannya Yun, si tokoh utama dengan tuturan dan narasi yang menurutku cara penuturannya sederhana tapi ngena. Dialog-dialognya juga cerdas dan nggak kacangan. Novel ini ceritanya sederhana tapi mengena dan deket sama realita yang kita jalani.
Hye Sun unnie menuliskan pikiran-pikirannya tentang hidup, kenyataan, perasaan, cinta, bahkan patah hati melalui paragraf-paragrafnya dan jelas pikiran-pikirannya itu juga cerdas. Sesuatu yang nggak akan kamu temui dengan mudah dalam literatur-literatur lain.
Pertama bacanya, mungkin kamu nggak akan cepet ngikutin karena sedikit ambigu tapi, semakin kamu baca, semakin kamu paham sama alurnya.
Nggak cuma itu, di novel ini ada banyak gambar-gambar abstraknya Hye Sun unnie yang bagus. Semacam doodle yang artistik banget. Kita nggak akan terasa bosan bacanya apalagi novel ini lebih banyak porsi buat narasinya daripada dialognya.
Oh iya, sebenernya, Tango ini ceritanya tentang proses move on.
Sedikit nyinggung soal move on, itu bukan sesuatu yang mudah. Bisa move on itu enak tapi susah dijalanin.
Kalo kamu sudah nyaman dengan sebuah perasaan bahkan meskipun sebenernya kamu nahan sakit, tetep aja gimanapun move on akan terasa nggak mudah dijalanin. Move on itu butuh waktu dan konsistensi.
Percayalah, dalam setiap usaha move on, pasti akan ada tempat kosong yang terisi kembali.
Recommended.
jeudi 11 juillet 2013
Jika kamu tidak bisa tidur
Tadi malam aku tak bisa mendatangkan kantuk untuk merasuk
Aku terus terjaga sepanjang malam yang menghembus rindu
Katakan, apakah aku terjaga di dalam mimpimu?
Bisik mereka bilang jika kala malam kamu terjaga
Sebenarnya kamu tidak ada di ranjangmu,
Sebagian dari dirimu ada dalam mimpi seseorang
Seseorang yang merindumu
Aku terus terjaga sepanjang malam yang menghembus rindu
Katakan, apakah aku terjaga di dalam mimpimu?
Bisik mereka bilang jika kala malam kamu terjaga
Sebenarnya kamu tidak ada di ranjangmu,
Sebagian dari dirimu ada dalam mimpi seseorang
Seseorang yang merindumu
Memento
Memento artinya kenang-kenangan. Dan, jika kamu selama ini berpikir bahwa kamu tidak mendapatkan apapun dari sebuah hubungan, kamu salah. Kamu sudah mendapatkannya, bahkan sejak dari awal kamu memulai hubungan itu. Kamu mau tahu apa itu?
Itu adalah ingatan.
Sesuatu yang akan mendatangi rongga di antara kedua telingamu jika kamu memanggil namaku.
Sesuatu yang terus bertambah seiring semakin lama waktu yang habis dengan kebersamaan kita dalam dimensi yang sehalus isyarat.
Dan ketika ingatan itu sedang dalam masa penciptaannya, perasaan menajamkan pinggirannya dan harapan memperhalus permukaannya.
Itu adalah ingatan.
Sesuatu yang akan mendatangi rongga di antara kedua telingamu jika kamu memanggil namaku.
Sesuatu yang terus bertambah seiring semakin lama waktu yang habis dengan kebersamaan kita dalam dimensi yang sehalus isyarat.
Dan ketika ingatan itu sedang dalam masa penciptaannya, perasaan menajamkan pinggirannya dan harapan memperhalus permukaannya.
Teruslah menggenggam ingatan tentangku sama seperti aku tentangmu
Kala nanti dalam sekali masa kau ingin melihatku,
Bukalah genggaman tanganmu dan dapati aku di dalam sana
mercredi 10 juillet 2013
Fatimah dan Ali
It's so romantic that not even Romeo and Juliet is comparable to them.
Their love is real and inspiring.
Because when you love someone, Allah must knows it. If he is the one that Allah gives for you, Allah will make you together with him in the rightest time.Insya Allah.
lundi 8 juillet 2013
sepahit sunyi dalam pertemuan yang manis
"Apa yang kamu inginkan?" tanyanya.
Tumben. Aku sedikit heran dia bertanya seperti itu karena dia tidak pernah sekalipun menanyakan opiniku bahkan untuk hal kecil macam pesanan seperti ini sebelumnya. Tidak pernah sama sekali. Aku merasa agak aneh karena dia biasa memesankanku pesanan yang tidak terlalu kusukai dan dia pikir aku menyukainya. Aneh ketika tiba-tiba dia menghargai eksistensiku. Ku anggap perlakuan barunya itu adalah sebagai bentuk kesopanan yang dia coba tunjukkan. Tapi, aku senang dia memperlakukanku sedikit lebih beradab dan menganggapku lebih dari sekedar latar.
"Chocolate truffle saja. Aku tidak haus," jawabku.
Dia menatapku sekilas kemudian berpaling pada pelayan yang sangat sopan dan menunggu dengan sabar di samping meja.
Setelah pelayan itu berlalu, hanya ada keheningan di meja ini. Aku sibuk menatap lalu lalang di balik jendela ini sementara dia sibuk dengan smartphone-nya. Sesekali sambil menunggu pesanan, ku lirik dirinya, jemarinya pada layar smartphone, dan raut wajahnya yang terlalu datar untuk dapat diartikan.
Diam di antara aku dan dia ini seperti mengukuhkan eksistensi jarak di antara kami. Aku tidak ingat sejak kapan kami berjarak satu sama lain. Aku juga tidak tahu seberapa jauh jarak itu membentang. Rasanya seperti ada ruang kosong di depanku. Aku ingin mengucapkan sesuatu, entah itu sekedar 'hmmm' atau keluhan atas pesanan yang tak kunjung datang untuk memecah sunyi ini. Apapun asal suaraku menggema dalam rongga di antara kedua telinganya. Aku ingin memecah sunyi dan membinasakan eksistensinya karena mungkin saja dengan hilangnya sunyi, ruang kosong itu juga akan lenyap.
Akhirnya aku berdebat dengan diriku. Aku menemukan kenyamanan dalam sunyi bersamanya lebih dari hingar bingar bersama siapapun. Tapi, aku pun iri melihat mereka yang bercakap dengan riang sementara mungkin satu-satunya komunikasi bermakna yang ku lakukan bersamanya hanya telepati. Komunikasi kami yang nyata hanya sampai sejauh mana perasaan manusia dapat mengindra perasaan manusia lain. Karena aku ingin berbicara lagi padanya entah itu topik yang menggelikan atau topik yang dalam sampai membuatnya hanyut dalam letupan-letupan opini yang membuncah. Perdebatan yang cukup sengit.
Aku mendengar helaan napasnya. Aku menoleh padanya, ternyata dia ikut menatap lalu lalang di balik jendela. Melihatnya, aku tersenyum tipis. Tidak apa, setidaknya kami memandang arah yang sama.
Lalu lalang manusia ini tidak membosankan tapi tidak juga menarik, tapi aku tahu sebenarnya pikirannya tidak kesitu. Aku tahu pasti bahwa pikirannya ada di tempat lain entah di ruang bernama apa dan ada siapa disana. Aku juga tidak bisa memastikan apakah dia sedang memaksa proyeksiku dalam otaknya untuk ikut hadir dalam ruang pikirannya saat ini. Aku tidak yakin jika dia juga berusaha menyamankan diri dalam sunyi yang sudah sedemikian nyata. Aku tidak yakin dia juga ingin membinasakan sunyi senyap ini sama sepertiku.
Sunyi ini memang demikian menyiksa. Meskipun aku tidak terlalu nyaman dengan sunyi dalam ruang kosong ini, aku heran kenapa aku masih juga tidak bisa memaksa diriku membuka sebuah suara bahkan dalam nada rendah. Aku ingin dia mengucapkan sesuatu bahkan kalimat bermakna ganda sekalipun untuk ku tangapi. Kurasa alasan diamku selama ini karena aku selalu menunggunya yang membuka suara dulu, memberiku sebuah alasan untuk berbicara padanya.
Pikiranku teralih pada chocolate truffle pesananku. Chocolate truffle yang full of chocolate. Ku bayangkan rasanya pasti sedikit pahit. Kadang, terlalu banyak coklat bisa menimbulkan rasa pahit. Bahkan, dalam kemanisan seperti itu aku masih bisa menemukan kepahitan. Aku tidak membayangkan coklat yang akan hinggap di sela-sela gigiku nanti. Yang ku bayangkan adalah ketika memakan chocolate truffle itu, aku juga sedang memakan situasi saat ini detik ini. Pahit dalam manis. Seperti sunyi dalam pertemuan antara aku dan dia.
"Kenapa pesanannya lama ya?" tanyanya yang lebih terdengar seperti keluhan.
Aku tersenyum tipis dan menyiapkan sepenggal kalimat.
Tumben. Aku sedikit heran dia bertanya seperti itu karena dia tidak pernah sekalipun menanyakan opiniku bahkan untuk hal kecil macam pesanan seperti ini sebelumnya. Tidak pernah sama sekali. Aku merasa agak aneh karena dia biasa memesankanku pesanan yang tidak terlalu kusukai dan dia pikir aku menyukainya. Aneh ketika tiba-tiba dia menghargai eksistensiku. Ku anggap perlakuan barunya itu adalah sebagai bentuk kesopanan yang dia coba tunjukkan. Tapi, aku senang dia memperlakukanku sedikit lebih beradab dan menganggapku lebih dari sekedar latar.
"Chocolate truffle saja. Aku tidak haus," jawabku.
Dia menatapku sekilas kemudian berpaling pada pelayan yang sangat sopan dan menunggu dengan sabar di samping meja.
Setelah pelayan itu berlalu, hanya ada keheningan di meja ini. Aku sibuk menatap lalu lalang di balik jendela ini sementara dia sibuk dengan smartphone-nya. Sesekali sambil menunggu pesanan, ku lirik dirinya, jemarinya pada layar smartphone, dan raut wajahnya yang terlalu datar untuk dapat diartikan.
Diam di antara aku dan dia ini seperti mengukuhkan eksistensi jarak di antara kami. Aku tidak ingat sejak kapan kami berjarak satu sama lain. Aku juga tidak tahu seberapa jauh jarak itu membentang. Rasanya seperti ada ruang kosong di depanku. Aku ingin mengucapkan sesuatu, entah itu sekedar 'hmmm' atau keluhan atas pesanan yang tak kunjung datang untuk memecah sunyi ini. Apapun asal suaraku menggema dalam rongga di antara kedua telinganya. Aku ingin memecah sunyi dan membinasakan eksistensinya karena mungkin saja dengan hilangnya sunyi, ruang kosong itu juga akan lenyap.
Akhirnya aku berdebat dengan diriku. Aku menemukan kenyamanan dalam sunyi bersamanya lebih dari hingar bingar bersama siapapun. Tapi, aku pun iri melihat mereka yang bercakap dengan riang sementara mungkin satu-satunya komunikasi bermakna yang ku lakukan bersamanya hanya telepati. Komunikasi kami yang nyata hanya sampai sejauh mana perasaan manusia dapat mengindra perasaan manusia lain. Karena aku ingin berbicara lagi padanya entah itu topik yang menggelikan atau topik yang dalam sampai membuatnya hanyut dalam letupan-letupan opini yang membuncah. Perdebatan yang cukup sengit.
Aku mendengar helaan napasnya. Aku menoleh padanya, ternyata dia ikut menatap lalu lalang di balik jendela. Melihatnya, aku tersenyum tipis. Tidak apa, setidaknya kami memandang arah yang sama.
Lalu lalang manusia ini tidak membosankan tapi tidak juga menarik, tapi aku tahu sebenarnya pikirannya tidak kesitu. Aku tahu pasti bahwa pikirannya ada di tempat lain entah di ruang bernama apa dan ada siapa disana. Aku juga tidak bisa memastikan apakah dia sedang memaksa proyeksiku dalam otaknya untuk ikut hadir dalam ruang pikirannya saat ini. Aku tidak yakin jika dia juga berusaha menyamankan diri dalam sunyi yang sudah sedemikian nyata. Aku tidak yakin dia juga ingin membinasakan sunyi senyap ini sama sepertiku.
Sunyi ini memang demikian menyiksa. Meskipun aku tidak terlalu nyaman dengan sunyi dalam ruang kosong ini, aku heran kenapa aku masih juga tidak bisa memaksa diriku membuka sebuah suara bahkan dalam nada rendah. Aku ingin dia mengucapkan sesuatu bahkan kalimat bermakna ganda sekalipun untuk ku tangapi. Kurasa alasan diamku selama ini karena aku selalu menunggunya yang membuka suara dulu, memberiku sebuah alasan untuk berbicara padanya.
Pikiranku teralih pada chocolate truffle pesananku. Chocolate truffle yang full of chocolate. Ku bayangkan rasanya pasti sedikit pahit. Kadang, terlalu banyak coklat bisa menimbulkan rasa pahit. Bahkan, dalam kemanisan seperti itu aku masih bisa menemukan kepahitan. Aku tidak membayangkan coklat yang akan hinggap di sela-sela gigiku nanti. Yang ku bayangkan adalah ketika memakan chocolate truffle itu, aku juga sedang memakan situasi saat ini detik ini. Pahit dalam manis. Seperti sunyi dalam pertemuan antara aku dan dia.
"Kenapa pesanannya lama ya?" tanyanya yang lebih terdengar seperti keluhan.
Aku tersenyum tipis dan menyiapkan sepenggal kalimat.
vendredi 5 juillet 2013
Jauh
Putarlah barang satu atau dua lagu, barangkali menjadi penyemarak rindu
Keraskan lantunannya sampai meresap dalam nadi-nadiku
Rasakan setiap kata menyuarakan rindu yang tersimpan dengan rapi
Kenapa aku tak bisa juga mengatakannya?
Atau hanya melangkah setengah langkah
Aku tidak tahan bercengkrama dengan ruang hampa
Aku tidak suka mendengar ulang percakapan lama denganmu
Aku tidak mau tahu
Kau hanya harus berada disini
di ruang hampa yang alfa oleh kehadiranmu
Kau hanya harus berada disini
Entah untuk sekedar bercakap mengisi waktu
Atau untuk diam dalam rindu yang berbicara
Keraskan lantunannya sampai meresap dalam nadi-nadiku
Rasakan setiap kata menyuarakan rindu yang tersimpan dengan rapi
Kenapa aku tak bisa juga mengatakannya?
Atau hanya melangkah setengah langkah
Aku tidak tahan bercengkrama dengan ruang hampa
Aku tidak suka mendengar ulang percakapan lama denganmu
Aku tidak mau tahu
Kau hanya harus berada disini
di ruang hampa yang alfa oleh kehadiranmu
Kau hanya harus berada disini
Entah untuk sekedar bercakap mengisi waktu
Atau untuk diam dalam rindu yang berbicara
jeudi 4 juillet 2013
Indramu
Menarilah kamu dalam zonaku
Teriaklah kamu dengan segala hal yang kamu tahu
Berlarilah kamu menujuku
Tataplah aku dengan tatapan terfokusmu
Ciumlah wangiku dalam udara di sekitarmu
Dengarlah kamu akan suaraku yang memandumu
Senyumkan bibirmu dalam tatapanmu
Menyentuhlah kamu dengan jemarimu
Sentuhkan pada bahuku
Rasakan olehmu kehadiranku
Dan ingatlah dengan kepalamu,
Ingatlah aku dan tanamkan aku jauh dalam dirimu
Teriaklah kamu dengan segala hal yang kamu tahu
Berlarilah kamu menujuku
Tataplah aku dengan tatapan terfokusmu
Ciumlah wangiku dalam udara di sekitarmu
Dengarlah kamu akan suaraku yang memandumu
Senyumkan bibirmu dalam tatapanmu
Menyentuhlah kamu dengan jemarimu
Sentuhkan pada bahuku
Rasakan olehmu kehadiranku
Dan ingatlah dengan kepalamu,
Ingatlah aku dan tanamkan aku jauh dalam dirimu
mercredi 3 juillet 2013
Dalam sunyi
Aku tidak ingin menutup mataku
Karena aku tidak ingin kehilangan sedetik pun
Aku hanya ingin terus terjaga seperti ini
Tanpa ada suara tanpa ada kata
Hanya ada sunyi, kau, dan aku
Sekali lagi, aku jatuh cinta
Dan kau menjatuhcintakanku dalam sunyi
Karena aku tidak ingin kehilangan sedetik pun
Aku hanya ingin terus terjaga seperti ini
Tanpa ada suara tanpa ada kata
Hanya ada sunyi, kau, dan aku
Sekali lagi, aku jatuh cinta
Dan kau menjatuhcintakanku dalam sunyi
Katakan pada ibumu
Aku ingin melihat seperti apa ibumu. Bukan untuk meminta restu.
Tidak, aku tidak akan melangkah sejauh itu
Tapi, aku hanya ingin tersenyum padanya dan menyapanya
Aku ingin berterimakasih dia telah membawamu ke dunia
Sehingga aku bisa mengenalmu
Hanya mimpi
Ilusi, kata semua orang
Padahal, aku sudah memimpikanmu berhari-hari
Aku benci bangun di pagi hari dan begitu ku ingat mimpiku,
ternyata kau melakoni aksi semalam suntuk dalam tidurku
Tapi aku lebih benci lagi,
ketika mimpi itu menggelitik perutku, membuatku bahagia
dan aku tidak bisa memberitahumu
mardi 2 juillet 2013
Tuhan tahu tapi menunggu
karena Tuhan tahu tapi menunggu
dan Tuhan mendengar bisikanku yang sayup ditelan riuh hujan
Tuhan tidak pernah mengecewakan siapapun
dan setiap doa akan terjawab pada waktunya
dan Tuhan mendengar bisikanku yang sayup ditelan riuh hujan
Tuhan tidak pernah mengecewakan siapapun
dan setiap doa akan terjawab pada waktunya
lundi 24 juin 2013
vendredi 21 juin 2013
jatuh cinta
adalah sebuah sunyi dalam gaduh yang menghentak
adalah sebuah alunan dentingan simfoni dalam ketulian
adalah abu abu dalam merah, iya, langit kelabu dalam riuh kemarau
dari sebuah sudut dari pada dimensi yang sama aku menatap
mengapa aku bisa begitu lugu
mengapa aku bisa terjebak dalam sesuatu yang absurd darimu
kau tidak seperti bulan benderang,
kau juga bukan matahari yang gulita
apalagi bintang yang berkedip genit melambai
kau tidak terdefinisikan oleh ekspektasi
kau tidak terkalahkan oleh akuisisi
aku lugu tidak tahu apa-apa
dalam bentangan lenganmu aku hanyalah kupu kupu yang terlaknat
berwarna sehitam jelaga akibat dosa dan dusta
namun jadilah aku putih jika telah tersentuh olehmu
seperti debu disapu hujan
kau mencumbu impian, kau meracuni mimpi
kau membunuh argumentasi
dari dunia putih dimensi berbeda yang absurd milikku
aku memandangmu penuh asa yang melayang syahdu
dan kau menjamahnya tanpa ampun
menelanjangiku dari dosa
menyeretku pada sebuah jalan putih yang tak berkelok
membuatku tunduk dalam kekuasaanmu yang tak terbantahkan
kau, dengan gravitasimu, menjatuhcintakanku dalam sunyi
cr: taken from my old blog, http://heythereratu.blogspot.com
adalah sebuah alunan dentingan simfoni dalam ketulian
adalah abu abu dalam merah, iya, langit kelabu dalam riuh kemarau
dari sebuah sudut dari pada dimensi yang sama aku menatap
mengapa aku bisa begitu lugu
mengapa aku bisa terjebak dalam sesuatu yang absurd darimu
kau tidak seperti bulan benderang,
kau juga bukan matahari yang gulita
apalagi bintang yang berkedip genit melambai
kau tidak terdefinisikan oleh ekspektasi
kau tidak terkalahkan oleh akuisisi
aku lugu tidak tahu apa-apa
dalam bentangan lenganmu aku hanyalah kupu kupu yang terlaknat
berwarna sehitam jelaga akibat dosa dan dusta
namun jadilah aku putih jika telah tersentuh olehmu
seperti debu disapu hujan
kau mencumbu impian, kau meracuni mimpi
kau membunuh argumentasi
dari dunia putih dimensi berbeda yang absurd milikku
aku memandangmu penuh asa yang melayang syahdu
dan kau menjamahnya tanpa ampun
menelanjangiku dari dosa
menyeretku pada sebuah jalan putih yang tak berkelok
membuatku tunduk dalam kekuasaanmu yang tak terbantahkan
kau, dengan gravitasimu, menjatuhcintakanku dalam sunyi
cr: taken from my old blog, http://heythereratu.blogspot.com
mercredi 19 juin 2013
Isyarat Tentang Rindu
Jangan pernah membenci hujan atau awan mendung atau panas terik. Sesungguhnya merekalah yang menyampaikan perasaan-perasaan tak tersampaikan itu dalam isyarat paling halus yang pernah kau ketahui.
Ketika aku berjalan pada suatu siang dimana matahari sedang terik-teriknya, pada saat itu rindu yang dirahasiakan itu menguap. Bersama angin, ia terus terbang meskipun bersimbah keringat untuk singgah pada awan yang bersedia menampungnya. Bersama awan, ia menetap di langit biru untuk menunggumu dan bayanganmu untuk sekedar mampir di bawahnya untuk berteduh dari teriknya matahari. Kemudian, kamu melihat langit dan menatap awan itu. Tetapi, kamu tidak mengerti apa yang ingin dikatakan awan kepadamu. Bukan karena kamu tidak memahami bahasa para awan yang begitu awam bagimu, tapi kamu memang tidak penasaran dengan isyarat yang disampaikan awan itu kepadamu.
Pada malam hari, ku biarkan awan itu meleburkan dirinya menjadi hujan yang turun menemanimu terlelap. Hujan yang mengukuhkan kecantikan mimpimu malam ini. Hujan yang mengantarkanku memasuki mimpimu, hanya untuk sekedar menjadi figurannya.
Bahkan, rindu tak tersampaikan itu akhirnya melebur bersama dunia, menyatu dengan alam, dan menjadi isyarat yang tidak juga bisa kau pahami.
dan dia bernyanyi dalam gelapnya malam
Malam tak melulu menyeramkan dan dingin. Malamku adalah malam cerah penuh kesenangan yang berlompat-lompat cantik di sekitarku dan mengajakku menari melepaskan kejenuhanku pada dunia. Malammu adalah saat bagimu untuk terlelap dan merajut mimpi yang indah-indah. Karena aku sudah berdoa agar kau mendapatkan mimpi yang cantik meskipun aku sendiri terjaga dan lupa caranya tidur.
Ketika kamu lelap dalam tidurmu, aku akan bernyanyi untukmu. Aku akan meminjam suara alam yang begitu rupawan, barangkali suara angin pantai yang lembut untuk menyanyikanmu lagu selamat tidur. Dan tidurlah kamu. Biar mimpi indah itu datang menemanimu dalam gelap. Aku akan terus bernyanyi untukmu sampai kamu terjaga lagi. Dan, pada saat itulah kamu menyadari bahwa aku adalah segala yang kamu rindukan.
apapun yang terjadi, jangan lari dari kenyataan
kenapa tidak?
karena kenyataan adalah satu-satunya tempat dimana kamu tinggal
dan kalau kamu lari dari kenyataan, dimana lagi kamu akan tinggal?
dan itulah alasannya kenapa mereka yang lari dari kenyataan untuk melupakan masalah malah akhirnya menemukan masalah.
sepertinya, dunia ini berbentuk lingkaran. karena jika kamu berlari dari suatu hal, kamu akan justru menemukan hal itu pada akhirnya pada suatu saat nanti.
Apa aku manusia?
Aku makhluk yang punya perasaan. Tapi, apakah aku manusia yang punya perasaan?
Aku memang makhluk yang mempunyai rasa, bisa merasakan, bahkan menyembunyikan rasa. Tapi, apakah aku dengan segala kemampuanku terhadap rasa bisa disebut sebagai manusia?
Aku tidak merasa diriku manusia. Sepertinya, raut-raut wajah mereka seolah meneriakkan kata ‘kenapa’ dengan lantang.
Mereka mendengarku bertanya, barangkali sudah jengah mendengarku terus bertanya pada udara, lalu kemudian mereka menjawabku. "Kamu itu manusia!"
Benarkah aku sudah cukup manusia sebagai manusia? Aku tidak langsung mempercayai apa kata mereka yang merasa dirinya sudah cukup manusia. Jawaban mereka tidak memuaskan nafsuku tentang pertanyaan ini. Jadi, aku bertanya pada mereka yang tidak mengaku dirinya manusia.
Tidak, tidak ada yang menjawab lagi. Tentu saja. Aku cuma mengerti bahasa para manusia. Angin, awan, pohon, bahkan ikan memiliki bahasa mereka sendiri yang begitu awam untukku. Tapi, memahami bahasa manusia masih tidak membuatku merasa diriku cukup manusiawi untuk disebut manusia. Aku diam. Aku memikirkan jawaban apa yang bisa ku berikan untuk diriku. Aku mengingat segala tingkahku dan caraku berpikir. Aku terus berpikir apa jawabannya.
Aku tidak merasa diriku manusia karena manusia selayaknya bisa mengendalikan dirinya sendiri. Manusia seharusnya bisa mengendalikan perasaannya. Tapi, aku tidak merasa diriku ini manusia karena aku tidak dapat mengendalikan perasaanku untukmu. Mungkin dengan membuat perasaan ini seolah-olah tidak pernah ada, dengan mengacuhkan perasaan, aku bisa memanusiakan diriku. Aku hanya ingin menjadi manusia.
Meskipun itu berarti mengendalikan perasaanku untukmu. Mengendalikannya untuk lenyap.
Ramalan
"Jadi, kamu percaya astrologi?"
Aku tertawa. Kedengarannya tawaku begitu sarkastis sampai menohok harga diri sang penanya. Kelihatannya ia dongkol ditertawakan begitu.
"Kamu ingin jawabanku?" aku balik bertanya, memastikan apa ia benar-benar serius dengan pertanyaannya yang lugu.
"Apa aku kelihatannya sedang bercanda?" dia balik bertanya lagi.
Dia kelihatan benar-benar kesal meskipun aku yakin dia tidak butuh jawabanku. Keingintahuannya terhadapku membuatku berbelas kasihan dan memikirkan jawaban semacam apa yang dapat memuaskan keingintahuannya yang tidak penting itu.
Hening sejenak saat aku berpikir. Dengan sabar, dia duduk sambil mengaduk-aduk tehnya perlahan, menambahkan sedikit gula, lalu mengaduknya lagi.
"Kamu pikir, kenapa manusia punya dua mata?" tanyaku, berusaha memancing keingintahuannya.
"Untuk melihat lah," dia menjawab dengan malas.
"Benar. Apakah kedua mata itu bisa melihat ke dua arah?" tanyaku lagi.
"Kalau mata kananmu di atas dan mata kirmu di bawah berarti kamu juling!" katanya mulai hilang sabar lagi.
"Tidak salah," aku tersenyum. Dia menatapku dengan malas.
Kemudian, kami berdua diam. Dia bertopang dagu sambil menyentuh gagang cangkir tehnya. Mungkin kalau sabarnya sudah benar-benar habis, cangkir itu bisa melayang padaku kemudian aku tidak usah repot-repot facial karena wajahku akan dihiasi teh hangat yang manis.
"Apa mata manusia bisa melihat ke kanan dan ke kiri?" tanyaku lagi.
"Tentu saja!" sergahnya.
"Begitulah mata manusia," kataku. "Mata manusia hanya bisa melihat ke dua arah. Setiap manusia di dunia ini seperti sedang berjalan di jalan yang selurus jalan tol. Mereka hanya bisa melihat di kilometer berapa mereka melaju saat ini dan menoleh ke belakang dan melihat kilometer berapa saja yang sudah mereka lalui."
Aku memandang hujan yang membasahi jendela kaca sementara, dia sudah terlihat antusias menunggu jawaban yang akan ku utarakan.
"... Manusia tidak bisa melihat dengan jelas kilometer di depannya. Dia tidak akan tahu ada apa dan bagaimana kilometer di depannya. Manusia hanya bisa melihat saat ini dan masa lalu. Kanan dan kirinya adalah ilusi yang seperti kabut dalam udara," aku berhenti sejenak.
"Lalu?"
"Lalu, manusia yang bodoh akan mengira-ngira seperti apa keadaan kilometer di depannya. Dia pikir disana jalannya mulus jadi dia menambah kecepatan, tidak tahunya begitu dia sampai ternyata ada kubangan air. Apa menurutmu perkiraan manusia itu benar?"
"Tidak."
"Dan begitu juga dengan ramalan," pungkasku.
"Jadi, apa kamu percaya ramalan?" dia mengulang pertanyaannya lagi.
"Kamu sudah tahu jawabannya. Aku sudah memberikannya," jawabku sambil meneguk tetes kopi hangat terakhirku.
Aku tertawa. Kedengarannya tawaku begitu sarkastis sampai menohok harga diri sang penanya. Kelihatannya ia dongkol ditertawakan begitu.
"Kamu ingin jawabanku?" aku balik bertanya, memastikan apa ia benar-benar serius dengan pertanyaannya yang lugu.
"Apa aku kelihatannya sedang bercanda?" dia balik bertanya lagi.
Dia kelihatan benar-benar kesal meskipun aku yakin dia tidak butuh jawabanku. Keingintahuannya terhadapku membuatku berbelas kasihan dan memikirkan jawaban semacam apa yang dapat memuaskan keingintahuannya yang tidak penting itu.
Hening sejenak saat aku berpikir. Dengan sabar, dia duduk sambil mengaduk-aduk tehnya perlahan, menambahkan sedikit gula, lalu mengaduknya lagi.
"Kamu pikir, kenapa manusia punya dua mata?" tanyaku, berusaha memancing keingintahuannya.
"Untuk melihat lah," dia menjawab dengan malas.
"Benar. Apakah kedua mata itu bisa melihat ke dua arah?" tanyaku lagi.
"Kalau mata kananmu di atas dan mata kirmu di bawah berarti kamu juling!" katanya mulai hilang sabar lagi.
"Tidak salah," aku tersenyum. Dia menatapku dengan malas.
Kemudian, kami berdua diam. Dia bertopang dagu sambil menyentuh gagang cangkir tehnya. Mungkin kalau sabarnya sudah benar-benar habis, cangkir itu bisa melayang padaku kemudian aku tidak usah repot-repot facial karena wajahku akan dihiasi teh hangat yang manis.
"Apa mata manusia bisa melihat ke kanan dan ke kiri?" tanyaku lagi.
"Tentu saja!" sergahnya.
"Begitulah mata manusia," kataku. "Mata manusia hanya bisa melihat ke dua arah. Setiap manusia di dunia ini seperti sedang berjalan di jalan yang selurus jalan tol. Mereka hanya bisa melihat di kilometer berapa mereka melaju saat ini dan menoleh ke belakang dan melihat kilometer berapa saja yang sudah mereka lalui."
Aku memandang hujan yang membasahi jendela kaca sementara, dia sudah terlihat antusias menunggu jawaban yang akan ku utarakan.
"... Manusia tidak bisa melihat dengan jelas kilometer di depannya. Dia tidak akan tahu ada apa dan bagaimana kilometer di depannya. Manusia hanya bisa melihat saat ini dan masa lalu. Kanan dan kirinya adalah ilusi yang seperti kabut dalam udara," aku berhenti sejenak.
"Lalu?"
"Lalu, manusia yang bodoh akan mengira-ngira seperti apa keadaan kilometer di depannya. Dia pikir disana jalannya mulus jadi dia menambah kecepatan, tidak tahunya begitu dia sampai ternyata ada kubangan air. Apa menurutmu perkiraan manusia itu benar?"
"Tidak."
"Dan begitu juga dengan ramalan," pungkasku.
"Jadi, apa kamu percaya ramalan?" dia mengulang pertanyaannya lagi.
"Kamu sudah tahu jawabannya. Aku sudah memberikannya," jawabku sambil meneguk tetes kopi hangat terakhirku.
dimanche 16 juin 2013
Cerita Ampas Kopi di Malam Hari
Cerita Ampas Kopi
Saya lagi memandangi ampas kopi di dalem mug putih bulat di samping laptop. Ampasnya bener-bener hitam sampai-sampai dasar mug saya warnanya jadi agak ternoda gara-gara ampas kopi. Tapi, ampas kopi itu wangi meskipun menodai mug putih bulatku.
Lihat-lihat ampas kopi ini, saya jadi ingat kamu. Kopi yang saya minum hari ini berlisensi dari Starbucks. Harga yang sebanding dengan rasa dan aroma. Aroma kopi ini wangi dan rumahan banget. Dan ampasnya. Meskipun sudah jadi ampas, ampasnya pun masih punya aroma yang sedap. Tercium ketika aku mendekatkan mug putih bulatku untuk kuminum isinya tapi ternyata sudah habis dan hanya ada ampas itu. Berbeda dari kopi lain, ampasnya bahkan masih menyisakan wangi yang bisa memberi kesenangan kecil.
Kamu seperti ampas kopiku malam ini. Kata temanku dan memang harus ku akui, kamu punya gen yang bagus. Sebuah gen super yang jarang ku temui dengan pongahnya mengalir dalam dirimu. Kamu tidak semenggairahkan dan semenyenangkan kopi hangatku malam ini, minimal, sebagai ampas kopi yang telah kuminum habis, kamu ampas kopi yang branded. Biar kamu tidak indah-indah betul, masih ada sesuatu yang bisa dibanggakan dalam dirimu. Brand.
Brand, sebuah titel yang bisa membuat dua hal yang sama menjadi berbeda. Dalam hal ini, kopi dan manusia.
Ketika Mereka Jatuh Cinta
Manusia memang menyebalkan. Egonya tidak pernah puas. Bahkan, kalau manusia peminum air laut, dia tidak akan puas meminum air dari semua samudra di bumi. Bosan dengan air, mungkin dia akan mencoba meminum lelehan es di kutub untuk memuaskan dahaganya.
Bukankah kita sama?
Saya si egois yang tidak mau tahu dan kamu si egois yang menjaga benar harga dirimu. Ketika mereka yang egois saling jatuh cinta, mereka enggan mendekat namun minta ampun ingin dekat. Salah satu tidak mau harga dirinya runtuh dengan pendekatan yang paling tidak romantis, yang satu tidak ingin yang lain tahu apa yang dirasakannya karena tak mau harga dirinya juga runtuh. Saling menutupi, saling menjaga jarak, padahal ingin dekat. Lalu, apa yang tercipta dari reaksi dua makhluk ego yang malu-malu itu? Hanya mencuri-curi tatapan, kemudian pura-pura acuh. Hanya berdiam, padahal ingin bicara panjang. Jadi seperti itulah mereka dan kisahnya jika salah satu tidak belajar bagaimana caranya sedikit melemahkan kebuasan ego. Dingin tapi konyol, karena ego mereka saling berikatan seperti tali, memperpanjang jarak satu sama lain.
Egoisme bukanlah sebuah hal yang luar biasa.
Setiap orang mempunyai ego. Secara alami, manusia tercipta untuk menuruti ego masing-masing tapi, hanya sebagian yang tercipta untuk mengendalikannya, dan hanya beberapa yang berhasil memenangkan pertikaian melawan ego.
Dia Tidak Bisa Tidur
Aku menggeliat di bawah selimutku yang hangat. Samar, kudengar nyanyian hujan di luar. Wangi hujan yang saling memeluk dengan udara menari di hidungku. Aku terjaga.
Sudah pagi ternyata. Tapi, langit masih gelap padahal dulu ia benderang dengan cercah-cercah matahari yang rewel tidak ingin dibangunkan sepagi ini. Rupanya, matahari benar-benar rewel tak ingin bangun sampai ia tidur lagi dan sinarnya redup pagi ini. Awan abu-abu menyelimutinya yang tidur lagi, membuat sinarnya terhalang dan mendung langit pagiku.
Aku berusaha mengingat mimpiku semalam sementara matahari tak bangun-bangun dari tidurnya. Wangi hujan berbisik dekat hidungku, mengingatkanku apa yang ada dalam mimpiku semalam. Ternyata kamu. Ada apa datang ke mimpiku semalam? Apa kamu bosan tidak bicara denganku jadi kamu memutuskan datang ke mimpiku?
Tapi, aku ragu kamu benar-benar ingin bicara denganku, sekedar membahas hujan di bulan Juni misalnya. Barangkali saja, sesuatu memaksa jiwamu datang ke mimpiku padahal ragamu terbaring di ranjangmu sendiri, tak bisa tidur. Sementara ragamu gelisah tak bisa tidur, jiwamu malah memainkan sebuah drama dalam mimpiku dan mengusik ketenangannya dengan drama malam harimu.
Mereka bilang, jika seseorang bemimpi tentang seseorang yang lain itu berarti orang lain itu sedang merindukannya. Jiwaku menertawakan kata-kata mereka. Mana mungkin? Bukannya selama ini aku yang rindu bicara panjang lebar dan mendengar suara menyebalkanmu?
Aku bergegas bangun. Drama malam harimu membuatku ingin menyapamu pagi ini.
Saya lagi memandangi ampas kopi di dalem mug putih bulat di samping laptop. Ampasnya bener-bener hitam sampai-sampai dasar mug saya warnanya jadi agak ternoda gara-gara ampas kopi. Tapi, ampas kopi itu wangi meskipun menodai mug putih bulatku.
Lihat-lihat ampas kopi ini, saya jadi ingat kamu. Kopi yang saya minum hari ini berlisensi dari Starbucks. Harga yang sebanding dengan rasa dan aroma. Aroma kopi ini wangi dan rumahan banget. Dan ampasnya. Meskipun sudah jadi ampas, ampasnya pun masih punya aroma yang sedap. Tercium ketika aku mendekatkan mug putih bulatku untuk kuminum isinya tapi ternyata sudah habis dan hanya ada ampas itu. Berbeda dari kopi lain, ampasnya bahkan masih menyisakan wangi yang bisa memberi kesenangan kecil.
Kamu seperti ampas kopiku malam ini. Kata temanku dan memang harus ku akui, kamu punya gen yang bagus. Sebuah gen super yang jarang ku temui dengan pongahnya mengalir dalam dirimu. Kamu tidak semenggairahkan dan semenyenangkan kopi hangatku malam ini, minimal, sebagai ampas kopi yang telah kuminum habis, kamu ampas kopi yang branded. Biar kamu tidak indah-indah betul, masih ada sesuatu yang bisa dibanggakan dalam dirimu. Brand.
Brand, sebuah titel yang bisa membuat dua hal yang sama menjadi berbeda. Dalam hal ini, kopi dan manusia.
Ketika Mereka Jatuh Cinta
Manusia memang menyebalkan. Egonya tidak pernah puas. Bahkan, kalau manusia peminum air laut, dia tidak akan puas meminum air dari semua samudra di bumi. Bosan dengan air, mungkin dia akan mencoba meminum lelehan es di kutub untuk memuaskan dahaganya.
Bukankah kita sama?
Saya si egois yang tidak mau tahu dan kamu si egois yang menjaga benar harga dirimu. Ketika mereka yang egois saling jatuh cinta, mereka enggan mendekat namun minta ampun ingin dekat. Salah satu tidak mau harga dirinya runtuh dengan pendekatan yang paling tidak romantis, yang satu tidak ingin yang lain tahu apa yang dirasakannya karena tak mau harga dirinya juga runtuh. Saling menutupi, saling menjaga jarak, padahal ingin dekat. Lalu, apa yang tercipta dari reaksi dua makhluk ego yang malu-malu itu? Hanya mencuri-curi tatapan, kemudian pura-pura acuh. Hanya berdiam, padahal ingin bicara panjang. Jadi seperti itulah mereka dan kisahnya jika salah satu tidak belajar bagaimana caranya sedikit melemahkan kebuasan ego. Dingin tapi konyol, karena ego mereka saling berikatan seperti tali, memperpanjang jarak satu sama lain.
Egoisme bukanlah sebuah hal yang luar biasa.
Setiap orang mempunyai ego. Secara alami, manusia tercipta untuk menuruti ego masing-masing tapi, hanya sebagian yang tercipta untuk mengendalikannya, dan hanya beberapa yang berhasil memenangkan pertikaian melawan ego.
Dia Tidak Bisa Tidur
Aku menggeliat di bawah selimutku yang hangat. Samar, kudengar nyanyian hujan di luar. Wangi hujan yang saling memeluk dengan udara menari di hidungku. Aku terjaga.
Sudah pagi ternyata. Tapi, langit masih gelap padahal dulu ia benderang dengan cercah-cercah matahari yang rewel tidak ingin dibangunkan sepagi ini. Rupanya, matahari benar-benar rewel tak ingin bangun sampai ia tidur lagi dan sinarnya redup pagi ini. Awan abu-abu menyelimutinya yang tidur lagi, membuat sinarnya terhalang dan mendung langit pagiku.
Aku berusaha mengingat mimpiku semalam sementara matahari tak bangun-bangun dari tidurnya. Wangi hujan berbisik dekat hidungku, mengingatkanku apa yang ada dalam mimpiku semalam. Ternyata kamu. Ada apa datang ke mimpiku semalam? Apa kamu bosan tidak bicara denganku jadi kamu memutuskan datang ke mimpiku?
Tapi, aku ragu kamu benar-benar ingin bicara denganku, sekedar membahas hujan di bulan Juni misalnya. Barangkali saja, sesuatu memaksa jiwamu datang ke mimpiku padahal ragamu terbaring di ranjangmu sendiri, tak bisa tidur. Sementara ragamu gelisah tak bisa tidur, jiwamu malah memainkan sebuah drama dalam mimpiku dan mengusik ketenangannya dengan drama malam harimu.
Mereka bilang, jika seseorang bemimpi tentang seseorang yang lain itu berarti orang lain itu sedang merindukannya. Jiwaku menertawakan kata-kata mereka. Mana mungkin? Bukannya selama ini aku yang rindu bicara panjang lebar dan mendengar suara menyebalkanmu?
Aku bergegas bangun. Drama malam harimu membuatku ingin menyapamu pagi ini.
samedi 15 juin 2013
when a dream ends, another one just begins.
That's what I am feeling right now.
Well...
Setelah selesai UKK, I feel (as usual) under pressure and stressed and tired. Typical syndrome pasca UKK. You know, I had to do task, remedial test, and another thing... So, there is no logical reason to leave school after the UKK before you clarify that you have no remedial which is impossible *laughs*
Okay, stop with complaining thingy, jadi malam ini ada yang berubah.
Dari kecil, kita pasti selalu punya mimpi. Apa itu mimpi? Simpelnya, sesuatu yang kamu inginkan. Tapi, toh, sesuatu yang kita inginkan itu belum tentu bener-bener cocok untuk kita. Bermimpi itu boleh, harus banget malah, cuma kadang kita juga harus memahami situasi. Seperti yang aku alami.
I wanted to be a doctor, obstetrician actually. Sebuah profesi yang benar-benar sangat mulia. Sudah dokter, dokter kandungan pula. Kan jarang ada perempuan yang menekuni spesialis kandungan.
Tapi, kemudian lama-lama aku mikir.
Pendidikan dokter itu lama, sekitar 5-6 tahun. Ditambah spesialis 2-3 tahun. Mungkin 8 atau 9 tahun lagi baru bisa kerja. Dengan pendidikan selama itu, pasti biaya yang dikeluarin juga nggak sedikit. Meskipun aku datang dari keluarga yang cukup berada tapi aku juga nggak mau nyusahin orangtua. Terus, setelah pendidikan selama itu, belum ada jaminan kamu akan sukses kecuali kalo kerjanya di tempat yang emang enak. Memang sih sukses nggak bisa dengan shortcut, you must work hard for it but there is no guarantee if you will be succeed dengan banyaknya dokter di Indonesia sekarang.
Ini agak kontra dengan apa yang aku inginkan sebenernya. Aku pengen kuliah cepet selesai, cepet kerja, terus cepet nyenengin orangtua dengan hasil kerjaku.
Kemudian, aku ingat-ingat diriku pas pelajaran biologi. Ini adalah refleksi paling gampang karena kedokteran itu didominasi oleh hal-hal semacam anatomi.
Aku bisa cuman aku nggak yakin apa aku bisa baca buku-buku kedokteran yang tebel-tebel itu. Bukan bisa nggaknya sih tapi apa rajin atau enggaknya. Aku orangnya cepet bosen, kalo udah bosen, agak susah balikin interestnya kayak awal. Apalagi kedokteran itu jam kuliahnya panjang.
Aku mutusin nurutin tawaran papaku untuk give up at the first dream. Dad is right, Tuhan baru saja menunjukkan jalanNya padaku bahwa mimpiku bukan yang terbaik buat aku. Melalui papa, Tuhan menunjukkan semua itu. Subhanallah.
It isn't that hard kok untuk move on dari mimpi ini mungkin karena aku sudah lebih dulu bisa memahami situasiku sendiri.
But, Dad also offered me another options yang menurutku nggak kalah prestisius. Setiap papa kasih penawaran, I always ask, "gajinya gimana, Pa?" "aku nggak suka yang kerjanya bosenin" "kerjanya pulang malem terus nggak?" gitu-gitu deh. Hahaha. Nggak munafik deh, bukannya aku materialistis, but we need honey money to live, meskipun itu bukan the main factor of our happiness. Jelas bukan. Tapi, uang itu bisa dipake untuk melakukan hal-hal baik, misalnya, umrah bareng keluarga, ngajak jalan keluarga. Nggaknya seneng kalo bisa nyenengin orang-orang yang membesarkan kamu dengan hasil kerja dan peras keringatmu sendiri? Seneng bangetlah.
Aku sudah buat keputusan dan papa dan mama nyuruh aku banyak browsing soal apa yang mereka bilang tadi pas dinner dan mulai sekarang, harus mulai siap-siap.
Don't worry.
You have to know your self and your situation because not all of your dreams are the best for you. Don't force your dream if it doesn't suit your situation.
You know, when a dream ends, another better one just begins. Find it.
Cheers,
Tachu
Well...
Setelah selesai UKK, I feel (as usual) under pressure and stressed and tired. Typical syndrome pasca UKK. You know, I had to do task, remedial test, and another thing... So, there is no logical reason to leave school after the UKK before you clarify that you have no remedial which is impossible *laughs*
Okay, stop with complaining thingy, jadi malam ini ada yang berubah.
Dari kecil, kita pasti selalu punya mimpi. Apa itu mimpi? Simpelnya, sesuatu yang kamu inginkan. Tapi, toh, sesuatu yang kita inginkan itu belum tentu bener-bener cocok untuk kita. Bermimpi itu boleh, harus banget malah, cuma kadang kita juga harus memahami situasi. Seperti yang aku alami.
I wanted to be a doctor, obstetrician actually. Sebuah profesi yang benar-benar sangat mulia. Sudah dokter, dokter kandungan pula. Kan jarang ada perempuan yang menekuni spesialis kandungan.
Tapi, kemudian lama-lama aku mikir.
Pendidikan dokter itu lama, sekitar 5-6 tahun. Ditambah spesialis 2-3 tahun. Mungkin 8 atau 9 tahun lagi baru bisa kerja. Dengan pendidikan selama itu, pasti biaya yang dikeluarin juga nggak sedikit. Meskipun aku datang dari keluarga yang cukup berada tapi aku juga nggak mau nyusahin orangtua. Terus, setelah pendidikan selama itu, belum ada jaminan kamu akan sukses kecuali kalo kerjanya di tempat yang emang enak. Memang sih sukses nggak bisa dengan shortcut, you must work hard for it but there is no guarantee if you will be succeed dengan banyaknya dokter di Indonesia sekarang.
Ini agak kontra dengan apa yang aku inginkan sebenernya. Aku pengen kuliah cepet selesai, cepet kerja, terus cepet nyenengin orangtua dengan hasil kerjaku.
Kemudian, aku ingat-ingat diriku pas pelajaran biologi. Ini adalah refleksi paling gampang karena kedokteran itu didominasi oleh hal-hal semacam anatomi.
Aku bisa cuman aku nggak yakin apa aku bisa baca buku-buku kedokteran yang tebel-tebel itu. Bukan bisa nggaknya sih tapi apa rajin atau enggaknya. Aku orangnya cepet bosen, kalo udah bosen, agak susah balikin interestnya kayak awal. Apalagi kedokteran itu jam kuliahnya panjang.
Aku mutusin nurutin tawaran papaku untuk give up at the first dream. Dad is right, Tuhan baru saja menunjukkan jalanNya padaku bahwa mimpiku bukan yang terbaik buat aku. Melalui papa, Tuhan menunjukkan semua itu. Subhanallah.
It isn't that hard kok untuk move on dari mimpi ini mungkin karena aku sudah lebih dulu bisa memahami situasiku sendiri.
But, Dad also offered me another options yang menurutku nggak kalah prestisius. Setiap papa kasih penawaran, I always ask, "gajinya gimana, Pa?" "aku nggak suka yang kerjanya bosenin" "kerjanya pulang malem terus nggak?" gitu-gitu deh. Hahaha. Nggak munafik deh, bukannya aku materialistis, but we need honey money to live, meskipun itu bukan the main factor of our happiness. Jelas bukan. Tapi, uang itu bisa dipake untuk melakukan hal-hal baik, misalnya, umrah bareng keluarga, ngajak jalan keluarga. Nggaknya seneng kalo bisa nyenengin orang-orang yang membesarkan kamu dengan hasil kerja dan peras keringatmu sendiri? Seneng bangetlah.
Aku sudah buat keputusan dan papa dan mama nyuruh aku banyak browsing soal apa yang mereka bilang tadi pas dinner dan mulai sekarang, harus mulai siap-siap.
Don't worry.
You have to know your self and your situation because not all of your dreams are the best for you. Don't force your dream if it doesn't suit your situation.
You know, when a dream ends, another better one just begins. Find it.
Cheers,
Tachu
Inscription à :
Articles (Atom)